BNPB: Limbah Masker Covid-19 Bisa Jadi Bencana Industri Terbesar Kedepannya

- 18 Februari 2021, 17:44 WIB
Petugas memindahkan kantong-kantong berisi limbah masker masyarakat dari truk milik Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta ke truk milik PT Wastec Internasional di Dipo Sampah Ancol, Jakarta, Rabu (15/7/2020)
Petugas memindahkan kantong-kantong berisi limbah masker masyarakat dari truk milik Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta ke truk milik PT Wastec Internasional di Dipo Sampah Ancol, Jakarta, Rabu (15/7/2020) /Antara/Aditya Pradana Putra

ISU BOGOR - Plt Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana, Deputi Sistem dan Strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari menyebutkan berdasarkan UU nomor 24 tahun 2007 bencana terbagi dalam tiga yakni alam, non alam dan sosial.

Bencana industrial dan keadilan sosial-ekologis itu masuknya dalam bencana non alam yakni kegagalan teknologi. Di dalam draft revisi UU yang diusulkan, kluster kebencanaan dibagi dalam empat berdasarkan faktor pemicunya.

"Mulai dari geologi dan vulkanologi, hidrometeorologi I (kering), hidrometeorologi II (basah), dan bencana non alam. Saya sepakat bicara bencana alam dan non alam, tapi faktor pemicunya," ungkapnya dalam Webinaer Bencana Industrial dan Keadilan Sosial Ekologis yang digelar Sajogyo Institute, Kamis 18 Februari 2021.

Baca Juga: 3 Hari Lagi Pendaftaran Kampus Mengajar 2021 Tutup, Buruan Login untuk Dapat Bantuan Rp700 ribu dan Rp2,4 juta

Terkait dengan tema yang dibahas itu adalah bencana non alam, dalam revisi UU kebencanaan, bencana industrial itu masuk dalam bencana non alam.

"Ada empat komponen dalam bencana non alam ini yakni limbah, land subsidence, epidemik, dan gagal teknologi. Definisi industri sesuai dengan UU nomor 5 tahun 1984," katanya.

Becana industri itu, lanjut dia, karakteristiknya belum ada dalam regulasi yang menyebutkan secara spesifik. Bahkan dalam pembahasaannya juga belum jelas apakah gagal teknologi atau bencana industri.

Baca Juga: Followers Dayana Terus Menurun, Fiki Naki Banjir Dukungan

"Nantinya kita akan lihat cakupannya akan lebih luas yang mana. Sehingga kita bisa berbicara satu nomenklatur, yang bisa mencakup keseluruhan fenomena, atau hal-hal yang ingin kita antisipasi," katanya.

Bencana industri ini ada aspek sosial dan teknis serta harus diidentifikasi terkait pemicu dan penyebabnya.

"Lalu yang pernah saya alami sendiri itu bencana industri seperti yang terjadi di Fukushima Nuclear Accident pada 2011. Rumah saya sekitar 200 KM, sekitar Jakarta - Bandung, saat itu masih jarang orang menggunakan APD lengkap seperti sekarang ini melekat dengan kehidupan sehari-hari. Ini juga sebenarnya bagian dari aspek kegagalan teknologi atau bencana industri tadi," jelasnya.

Baca Juga: INNALILLAHI! Mahfud MD Sampaikan Kabar Duka: Almarhum Adalah Tokoh Terbaik Polri

Kemudian di Indonesia juga sempat terjadi bencana industri yakni semburan Lumpur Sidoarjo (Lapindo), yang dampaknya kepada penghidupan.

"Ketika berbicara industrial disaster, seperti di Sidoarjo itu adalah pencemaran logam berat akibat pembuangan lumpur porong. Kalau pencemaran teluk Jakarta itu hal biasa, tapi itu juga sudah sangat mengkhawatirkan," ungkapnya.

Selain itu, di Jawa Barat juga sama dalam hal ini bencana industrial yang mengakibatkan pencemaran lingkungan sungai Citarum.

Baca Juga: Tanggapi Heboh Aisha Wedding, Pakar Ilmu Keluarga Ini Bicara Pentingnya Persiapan Usia Pernikahan

"Bahkan di Citarum itu ada kantung darah bertuliskan HIV Aids itu bisa ditemukan dan kemudian itu menjadi mainan sama anak-anak, ini juga hal yang sangat miris untuk kita ketika masuk ke dalam aspek industrial disasaster, yang dampaknya kontekstual antropologi jika dikaitkan dengan sosial ekologi," katanya.

Jika bicara pencemaran lingkungan berupa logam berat seperti yang terjadi di Sidoarjo, Teluk Jakarta, dan Citarum, kata dia cukup beragam dampaknya.

"Bahkan saat masuk ke penambangan liar, di pedalaman Sumatera Utara dan Sumatera Barat, beberapa kali kita menerima laporan ada seorang bayi yang cacat akibat pencemaran perairan karena airnya dikonsumsi ibu hamil hingga terjadi stunting," ungkapnya.

Baca Juga: Corona di Bogor Menurun Terus, Bima Arya Makin Mantap Perpanjang Ganjil Genap Selama Dua Pekan

Lalu pendekatan untuk menyelesaikan agar dalam kondisi bencana industrial disaster ini memiliki landasan untuk mengubahnya adalah melakukan dengan cara seperti yang dilakukan dalam menangani pencemaran sungai Citarum.

"Mungkin dari pengalamannya pak Doni Monardo yang mengatasi pencemaran Sungai Citarum, bisa jadikan percontohan dalam mengatasinya dalam hal ini komponen-komponen leadership, partisipasi, keikutsertaan, edukasi dan nantinya akan bicara property, itu sangat penting dalam upaya-upaya penyelesaian kejadian-kejadian bencana industrial," katanya.

Bencana Industri Limbah Masker Covid-19

Tantangan paling besar kedepan terkait dengan bencana industri itu yang saat ini sedang dihadapi yaitu limbah masker Covid-19 atau limbah medis.

"Ini juga dalam kategori konteks lebih luas sebenarnya ini industrial disaster sebenarnya, karena BNPB sebagai Satgas Penanganan Covid-19, kita mempunya bidang sendiri dalam menangani limbah medis ini," jelasnya.

Ini juga adalah hal-hal yang tak hanya menambah beban dari kejadian-kejadian bencana industri sebelumnya seperti yang terjadi di Teluk Jakarta, Lumpur Lapindo, Citarum. Tapi juga bagian dari hal-hal yang menjadi tantangan bangsa kedepan tentang keadialan sosial ekologi.

"Solusi penyelesaiannya membutuhkan tiga hal pertama adalah leadership seperti yang telah dilakukan Citarum, kedua adalah edukasi dalam mengoptimalkan seluruh potensi yang ada dan terakhir yang ketiga adalah law enforcement," tegasnya.***

Editor: Iyud Walhadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah