PTUN Nyatakan Jaksa Agung Melawan Hukum, YLBHI Minta Jokowi Turun Tangan

4 November 2020, 17:13 WIB
Jaksa Agung ST Burhanuddin /Foto: tangkapan layar Instagram @jaksa_agungri//

ISU BOGOR - Tindakan Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddn dinyatakan melawan hukum oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Perbuatan melawan hukum yang dimaksud adalah Jaksa Agung sempat menyampaikan peristiwa Semanggi I dan Semanggi II bukan merupakan pelanggaran HAM berat.

Keluarga korban yang tak terima dengan yang disampaikan Jaksa Agung saat rapat dengan Komisi III DPR RI Januari lalu itu melayangkan gugatan ke PTUN. Alhasil, hakim mengabulkan seluruh gugatan keluarga korban.

Baca Juga: Kejaksaan Agung Kebakaran, Burhanuddin Bantah Miliki Data Cadangan Sekaligus Klaim Aman

Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur selaku kuasa hukum keluarga korban Semanggi I dan Semanggi II mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menegur Jaksa Agung.

Sebab, dalam putusan PTUN secara jelas disebutkan perbuatannya melawan hukum karena melontarkan pernyataan Jaksa Agung bahwa peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran berat HAM.

"Kami meminta untuk presiden juga turun tangan menegur jaksa agungnya agar tidak mengulangi kesalahan yang sama," kata Muhammad Isnu dalam konferensi pers daring, pada, Rabu 4 November 2020.

Baca Juga: Kondisi Politik dan Hukum Berubah, Alasan Febri Undur Diri dari KPK

Menurutnya, tindakan yang dilakukan Jaksa Agung tersebut bukan kesalahan administrasi, melainkan masuk dalam kategori cukup berat.

Maka dari itu, ia menilai kesalahan itu harus segera diperbaiki. Setelah PTUN Jakarta memutus gugatan tersebut.

Pihaknya berharap Jaksa Agung tidak mengajukan banding dan segera menjalankan putusan hakim.

Ia juga meminta Jaksa Agung menegaskan kemauan pemerintah untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.

"Sebab pemerintah masih memiliki willing untuk mengungkap perkara ini dan tentu harus diiringi dengan tindakan-tindakan cepat, strategis, untuk mempercepat perkara ini ke pengadilan, juga kasus-kasus HAM lain," ungkapnya.

Baca Juga: Kembali Tersangka, Kuasa Hukum Habib Bahar bin Smith: Ini Dibuat-buat dan Kriminalisasi

Sekadar diketahui dalam laman resmi sipp.ptun-jakarta.go.id, putusan tersebut berbunyi:

"Menyatakan Tindakan Pemerintah yang dilakukan TERGUGAT berupa Penyampaian dalam Rapat Kerja antara Komisi III DPR RI dengan Jaksa Agung pada tanggal 16 Januari 2020, yang menyampaikan : ".....Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II yang sudah ada hasil rapat paripurna tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat, seharusnya KOMNAS HAM tidak menindaklanjuti karena tidak ada alasan untuk dibentuknya Pengadilan ad hoc berdasarkan hasil rekomendasi DPR RI kepada Presiden untuk menerbitkan Keppres pembentukan Pengadilan HAM ad hoc sesuai Pasal 43 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM...."adalah Perbuatan Melawan Hukum Oleh Badan Dan/Atau Pejabat Pemerintahan.

Menghukum TERGUGAT untuk mengklarifikasi dan menyampaikan permohonan maaf dan Menghukum TERGUGAT untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini.***

Editor: Iyud Walhadi

Tags

Terkini

Terpopuler