Peneliti: Potensi Tanaman Obat yang Belum Diketahui di Indonesia Berlimpah

8 Juli 2020, 00:44 WIB
ILUSTRASI tanaman obat KINA.* /Pixabay

ISU BOGOR - Pusat Studi Biofarmaka Tropika (Trop BRC), Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB University kembali menggelar webinar seri keempat bertemakan “Budidaya Tanaman Obat”, Selasa 7 Juli 2020. Acara tersebut mengundang beberapa narasumber peneliti tanaman obat dan aktivis yang berkecimpung dalam industri farmasi khususnya obat herbal.

Dalam keterangan pers tertulis yang diterima IsuBogor.com dalam webinar tersebut yang menjadi narasumber pertama, Sandra Arifin Aziz, Peneliti di Pusat Studi Bioinformatika Tropika LPPM dan dosen IPB University dari Divisi Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura membahas terkait peningkatan pemanenan tanaman obat dengan pendekatan ekofisologis.

Berdasarkan data Riset Tumbuhan Obat dan Jamu (Ristoja), masyarakat Indonesia telah meracik ramuan tradisional sendiri dari tanaman obat dari asal daerahnya. Melihat hal tersebut, ia mengatakan bahwa terdapat potensi bagi tanaman yang belum diketahui yang dapat diteliti khasiatnya dan didomestikasi sebagai tanaman obat.

Baca Juga: Potensi Wabah Baru Bakal Sering Terjadi, Indonesia di Minta Segera Ambil Tindakan

Adapun optimalisasi pemanenan senyawa bioaktif tanaman obat dapat dilakukan dengan cara peningkatan biomassa tanaman dengan mengubah source and sink pada proses fotosintesis. Hal tersebut dapat diraih dengan cara penanaman in-situ atau ex-situ yang sesuai dengan kondisi in-situ, seleksi genotype hingga pemanenan pada fase pertumbuhan yang berbeda atau pada musim berbeda. Cara lainnya adalah dengan peningkatan bahan bioaktifnya dengan pemberian tekanan/stres.

Prof Sandra menjelaskan langkah-langkah budidaya tanaman obat adalah dengan pengumpulan data etnobotani dan agrobiofisik agar dapat dibudidayakan. Pengumpulan bahan tanaman dari sumber tanaman atau dari hábitat asal akan menghasilkan suatu kekhasan tanaman tersebut atau biasa disebut ekotipe. Identifikasi bahan bioaktif yang disasar terkait dengan penyakit yang ingin disembuhkan, identifikasi spesies dan subspesies penghasil bahan bioaktif yang disasar, penentuan jalur biosíntesis bahan aktif yang dituju.

Ia mencontohkan, tanaman Kepel yang merupakan tanaman tahunan, yang sering dimanfaatkan mulai dari buah hingga kulit batangnya. Dengan menentukan jalur biosíntesis asam sinamatnya, flavonoid yang terkandung di dalam daun dapat mudah dipanen tanpa menunggu musim panen datang.

Baca Juga: Komersialisasi Bawang Merah IPB Jadi Prioritas Riset Nasional

Sementara, Poppy Firzani Arifin dari Preclinical and Herbal Research Manager PT SOHO Industri Farmasi, Jakarta yang juga merupakan alumni IPB University dari Departemen Biologi, berbagi pengalaman pengembangan budidaya tanaman obat temulawak yang dipraktikan oleh SOHO Center of Excellence in Herbal Research (SCEHR). Ia menyebutkan bahwa beberapa uji preklinis mengenai bahan aktif berupa Kurkuminoid dan xanthorrhizol pada tanaman tersebut dapat dijadikan anti radang, antioksidan, hingga antikanker.

PT SOHO sendiri membudiyakan temulawak dengan metode penanaman organik dengan usia pemanenan sembilan bulan dengan mengikuti kaidah standar operasional prosedur (SOP) dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro). Tidak hanya itu, proses budidaya juga disertai dengan pemilihan bibit dari varietas unggul dan rimpang yang sehat, pemberian pupuk kandang sapi dan kompos dari limbah industri.

Ia menyebutkan dalam budidaya temulawak terdapat beberapa kendala seperti petani yang enggan menanam karena umur temulawak yang panjang hingga serangan gulma berupa alang-alang. Namun gulma tersebut akan diberi percobaan pestisida alami dari fermentasi air kelapa pada penanaman berikutnya.

Baca Juga: Ini 5 Mitos Pembalut yang Keliru Tapi Masih Banyak Dipercaya, Nomor 3 Hoaks Banget!

Adapun Waras Nurcholis, dosen IPB University dari Departemen Biokimia, yang juga aktif di Perhimpunan Peneliti Bahan Obat Alami (PERHIPBA) berbagi tentang pendekatan biokimia pertanian untuk pengembangan temu hitam unggul sebagai bahan herbal. Temu hitam memiliki ciri khas berupa bunga berwarna kebiruan dibanding bunga pada temulawak biasa, namun memiliki pola pertumbuhan yang sama. Temu hitam ini memang tidak popular di kalangan masyarakat sehingga penting bagi peneliti untuk mengembangkan dan mencari khasiatnya.

Menurutnya, khasiat farmakologi sangat penting bagi dasar pengembangan dan penelitian tanaman obat serta untuk mendapatkan pendanaan penelitian. Selain itu, mekanisme sink metabolite pada bagian-bagian rimpang menjadi evaluasi awal dalam riset beserta analisis kualitas berdasarkan kandungan fenolik dan khasiat berdasarkan aktivitas antioksidan.

"Hal lain yang perlu diperhatikan adalah evaluasi terhadap lingkungan terkendali terhadap hasil eksplorasi serta evaluasi karakter agronomi terhadap parameter biokimia. Adapun riset yang sedang dikembangkan olehnya adalah identifikasi senyawa marker dari temu hitam atau profiling metabolit dengan teknik metabolomik. Tantangannya tidak berhenti di budidaya tanaman obat, tantangan ke depan ketika kita mendesain suatu bahan baku tanaman obat yang unggul melalui budidaya tentu harus ada produk invensi dan inovasi,” pungkasnya.***

 

Editor: Iyud Walhadi

Tags

Terkini

Terpopuler