Koruptor Diganjar Hukuman Mati, Dosen UIN Jakarta: Ini Hanya Untuk Menakuti

21 Juni 2021, 18:54 WIB
Ilustrasi koruptor. /mohammed_hassan/PIXABAY/mohammed_hassan

ISU BOGOR - Dosen Hukum Pidana Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, KH Nurul Irfan mengatakan hukuman mati bagi koruptor di Indonesia tidak lebih hanya untuk menakuti saja.

Nurul sungguh mengkhawatirkan keadaan tersebut. Padahal beberapa perkara korupsi di Indonesia cukup bisa masuk dalam ketetapan undang-undang anti korupsi

Pernyataan tersebut, tidak ragu Nurul sampaikan ketika berunding dengan Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) yang diikuti sejumlah perwakilan pengurus LDNU daerah dan masyarakat umum, pada 19 Juni 2021.

Baca Juga: Polemik Legalisasi Miras, Pakar UIN Jakarta: Minta Pemerintah Tinjau Ulang Perpres Nomor 10 Tahun 2021

"Ada aturan yang bisa memberikan hukuman berat kepada koruptor seperti hukuman mati bagi yang korupsi dana bantuan sosial saat ada bencana nasional," ucap Nurul.

"mestinya, beberapa kasus yang ada di Indonesia sudah memenuhi syarat untuk hukuman mati. Sayangnya, hingga saat ini hanya berfungsi untuk menakuti saja dan tidak pernah diterapkan," sambungnya.

Tentu saja hal ini jadi masalah. Nurul Irfan membubuhkan, sepatutnya korupsi dimasukan dalam kategori jarimah ta'zir. Nurul pun menjelaskan terkait jarimah ta'zir.

Baca Juga: Hukuman Mati, KPK Sebut Pasal yang Diterapkan Terhadap OTT Koruptor Sangat Tidak Memungkinkan

"Jarimah ta'zir adalah perbuatan pidana yang bentuk dan ancaman hukumannya ditentukan oleh pengusa (hakim) sebagai pelajaran kepada pelakunya," jelasnya.

Sesudah itu, tinggal meminta ketegasan pemerintah menerapkan aturan yang telah dibuat dan disetujui supaya undang-undang yang ada bisa terpakai manfaatnya.

"Dari sini kita bisa membantu pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Bisa didorong untuk buat aturan yang tegas dan menerapkan. Jika dimasukkan dalam kategori pencurian maka dikenakan potongan tangan, terlalu ringan," ucapnya.

Baca Juga: Dorongan Hukuman Mati Bagi Koruptor, ICW: Refleksi Pemberantasan Korupsi yang Tidak Efektif

Nurul juga meminta para da'i agar tidak merasa gentar bicara terkait korupsi di depan publik. Karena perkara korupsi yang telah menjadi kebanggaan dan kebiasaan.

Malahan, banyak orang yang bangga bersedekah dengan hasil korupsinya. Menurutnya, sedekah dengan hasil korupsi ibarat shalat tanpa wudlu sama dengan ditolak oleh Allah Swt.

“Di sinilah pentingnya khatib jumat tidak malu dan tidak takut untuk mengangkat tema korupsi,” tuturnya.

Mimbar lah salahsatu sarana untuk menyampaikan nasihat dan informasi. Jika khatib meluangkan waktunya untuk membahas korupsi pada mimbar, setidaknya masyarakat bisa lebih memahami tentang kejahatan korupsi.

"Saya pernah mengisi khutbah di instansi pemerintah. Hari itu saya bawa tema melawan korupsi. Kemudian, hari itu menjadi hari terakhir saya diberikan jadwal. Nampaknya ada yang tidak senang dengan materi saya," kenangnya sambil tersenyum.

Dalam waktu itu, KH Agus Salim selaku Ketua LD PBNU, memberikan bayangan bahwa pemberantasan korupsi mesti dilakukan dengan dua hal.

Tindakkan pencegahan sebelum waktunya dan tindakan dengan memberikan efek jera. Keduanya sewajarnya berjalan beriringan.

"Titik fokusnya pencegahan korupsi kepada generasi muda.Sebaiknya KPK bekerjasama dengan lembaga lain seperti Lakpesdam NU dan LDNU dalam pencegahan korupsi sedini mungkin," ucapnya.

"Yang terpenting bagaimana kita bisa memberikan pemahaman generasi penerus bangsa," sambungnya.

Dalam penjelasan tersebut, Agus menerangkan pemberantasan korupsi harus kerja secara berkelanjutan dan melibatkan instansi, termasuk banyak orang.

Untuk melawan korupsi, kita membutuhkan orang yang banyak, supaya bisa bergerak secara terarah dan tangguh.

"Diperlukan ada kerja terus menerus memberikan pemahaman bahwa korupsi itu tidak baik. Di sinilah peran dakwah sangat perlu. KPK bagian menangkap di lapangan dan untuk antisipasi kerjasama dengan lembaga lain," lugasnya.***

Editor: Iyud Walhadi

Tags

Terkini

Terpopuler