DPR Ogah Masukan Revisi UU ITE Sebagai Usulan Prolegnas Prioritas, Ini Alasannya

26 Februari 2021, 18:25 WIB
Ilustrasi UU ITE . Pemerintah membentuk dua tim khusus untuk membahas revisi UU ITE. /ARAHKATA/aptika.kominfo.go.id

ISU BOGOR - Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Achmad Baidowi mengungkap alasan tidak memasukan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagai usulan program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2021.

Awik begitu biasa disapa Achmad Baidowi menyebut ada beberapa faktor revisi UU ITE tidak dimasukan dalam usulan prioritas Prolegnas DPR, diantaranya adalah terbentur oleh UU nomor 15 tahun 2015 tentang pembentukan peraturan dan perundang-undangan.

"DPR dalam hal ini sudah menyadari bahwa UU ITE ini harus direvisi, maka kemudian ketika penyusunan prolegnas jangka menengah yakni 5 tahunan kami DPR bersepakat dari semua fraksi mengajukan Revisi UU ini sebagai usul inisiatif DPR," kata politisi PPP itu dalam Diskusi Daring Perhimpunan Pergerakan Indonesia dengan tema revisi UU ITE dan Wajah Demokrasi Indonesia, Jumat 26 Februari 2021.

Baca Juga: Dihadapan Komisi VIII DPR RI, Bima Arya Pamer Program Penanganan Corona Kota Bogor

Namun, lanjut dia, usulan revisi UU ITE ini tidak masuk prioritas karena DPR terbentur oleh UU nomor 15 tahun 2015 tentang pembentuka peraturan.

"Yang mana ketentuan formilnya bahwa sebuah RUU bisa masuk unsur prolegnas prioritas apabila dia sudah memiliki naskah akademik, yang kedua dia memiliki draft RUU nya," ungkapnya.

Terkait dengan itu, kata Awik, di DPR waktu penyusunan prolegnas saat itu baru memiliki ide bahwa UU ini harus di revisi.

"Dengan segala dinamikanya aspirasi masukan dari masyarakat maka kemudian kita tampung, supaya nanti ketika pada saat naskah akademiknya revisi UU itu sudah ada maka akan kita angkat atas usul inisiatif DPR dalam prolegnas prioritas," ujarnya.

Baca Juga: Jelang Fit and Proper Test, Tim Ahli Komjen Listyo Serahkan Makalah ke DPR

Pihakya mengakui langkah tersebut terkesan prosedural, tapi itu sudah menjadi mekanisme yang diatur dalam UU.

Selain itu, ia juga menjelaskan alasan DPR lama menyusun draft sebuah perundang-undangan baik yang hendak dibuat maupun di revisi.

"DPR sendiri paham sekali bagaimana dinamika di DPR, ada 9 fraksi ada 9 kepala, jangankan membahas sebuah produk perundang-undangan yang sudah pasti dibahas. Menyusun draft saja itu setahun belum tentu selesai, baru draft itu," tegasnya.

Sebelumnya, ia juga sempat menyingung alasan wacana revisi UU ITE kembali ramai diperbincangkan dan mencuat ke publik.

Baca Juga: Calon Kapolri 2021, DPR: Kami Enggak Penting Siapa Orangnya

Menurutnya, ketika kita bicara revisi UU ITE ini, bermula dari pernyataan pak Jokowi tadi sudah disampaikan seolah-olah pak Jokowi ada keputusan ingin merevisi.

"Padahal kalau kita cermati dari kalimat yang disampaikan itu ada kata kalau dalam implementasinya tidak menimbulkan masalah keadilan dan seterusnya, maka kami tidak akan segan mengajukan revisi kepada DPR," jelasnya.

Awik menyebut sebagai politisi bisa mencermati bahasa yang disampaikan Presiden Jokowi terkait bahasa jika memenuhi prasyarat kalau dalam implementasinya menimbulkan masalah. Tapi kalau dalam implementasinya sesuai harapan tidak perlu.

"Apapun itu paling tidak kita mengapresiasi apa yang dilakukan pemerintah dalam hal ini sudah membentuk tim revisinya UU ITE maupun tim interpretasi yang merupakan istilah baru di pemerintah untuk membuat tim menerjemahkan ketentuan UU ITE," jelasnya.

Baca Juga: Viral Foto Prajurit TNI Dihukum karena Simpati pada Habib Rizieq, DPR dan MPR Angkat Bicara

Penegak Hukum Harus Cermati UU ITE

Dalam kesempatan yang sama Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan menyebutkan pihaknya hanya meminta, seluruh aparat penegak hukum mencermati atas materi muatan norma yang katanya masih multi tafsir itu.

"Itukan solusinya gampang, bisa buat pedoman, petunjuk pelaksanaan, kesepahaman bersama. Sebab pada prakteknya ini sering kita lakukan pada saat kita membicarakan mengenai rezim hukum pilkada," tandasnya.

Menurutya, saat ini UU ITE memang masih menunggu dimasukan ke dalam Prolegnas jangka menengah tapi belum prioritas.

Arteria malah menilai dan meminta kepada semua pihak termasuk juga pemerintah, tidak begitu reaksioner dalam revisi UU ITE ini.

Baca Juga: Sudah Minta Maaf, Pemuda Asal Bogor Hina 'Brimob Kacung Cina' Dijerat UU ITE 6 Tahun Penjara

"Jangan atas nama demokrasi, atas nama desakan publik, belakangan ada kasus-kasus yang menimpa beberapa nama itu, sehingga kita tersentak atau tersadarkan bahwa UU ITE ini harus direvisi," katanya.

Sebab, kata Arteria UU ini sejak awal sudah bermasalah. Kemudian saat ini mendadak ramai dikagetkan dengan perlu tidaknya sebuah UU di revisi.

"Saya juga mohon kepada tim pemerintah nantinya, untuk bisa memahami, mengkaji melakukan pencermatan secara lebih mendalam dan kemudian inbox kepada pak presiden Jokowi, dan menjelaskan masalahnya ada dimana," ungkapnya.

Jika memang lex specialist, kata Arteria, kembalikan saja ke KUHP pasa 310 dan 311. Sebab seluruh pihak harus sadar saat ini kemajuan teknologi ini sangat cepat.

Baca Juga: 8 Petinggi KAMI Ditahan Dugaan Langgar UU ITE, Syahganda Ditangkap Pagi Hari, Polri Jawab Singkat

"Derivasinya sangat banyak turunan-turunan, kalau mau kita cover dalam konteks UU, ya sama saja akan berkali-kali kita revisi UU. Makanya harus ada kesepahaman betul," tegasnya.

Menurutnya, jika orientasi dan semangat dari revisi UU ITE ini hanya pada giat-giat penegakan hukum, menurut Arteria sebaiknya fokus revisinya pada perbuatan materiil apa saja yang bisa disangkakan dan di mintakan pertanggungjawaban pidananya.

"Jangan seperti sekarang, yang kena itu adalah penyebar, tapi kreator kontennya tidak kena, aktor intelektual didalamnya juga tidak kena," tandasnya.***

Editor: Iyud Walhadi

Tags

Terkini

Terpopuler