Namun dalam berbagai sumber referensi buku-buku sejarah, Kerajaan Pajajaran adalah sebuah fakta yang tidak terbantahkan lagi.
Hanya saja minimnya referensi dan bukti otentik, sehingga banyak menimbulkan polemik di kalangan sejarawan.
Nama Kerajaan Pakuan Pajajaran
Dikutip dari pustaka.unpad.ac.id disebutkan dalam Makalah "EKSISTENSI KERAJAAN PAJAJARAN DAN PRABU SILIWANGI" yang disampaikan dalam seminar dijelaskan bahwa 6 kerajaannya sendiri dikenal dengan nama Kerajaan Sunda.
Nama inilah yang digunakan terutama oleh “orang luar” ketika menyebut kerajaan yang ada di Tatar Sunda. Namun demikian, harus diakui bahwa tidak jarang nama kerajaan lebih dikenal melalui nama ibu kotanya. Dalam hal ini, istilah “Kerajaan Pajajaran” berarti “Kerajaan Sunda yang ibu kotanya bernama Pajajaran”.
Bahwa nama keraton kemudian meluas menjadi nama ibu kota dan nama kerajaan adalah hal yang biasa. Sebagai contoh, dalam prasasti Putih di Lampung Kesultanan Banten dinamakan ‘Nagara Surasowan”, padahal Surasowan itu nama keraton Banten.
Baca Juga: Bubur Asyura: Sejarah, Makna, dan Cara Membuat
Saunggalah adalah nama keraton, tapi kemudian menjadi nama kota. Yogyakarta pun sebenarnya nama keraton, Ngayogyakarta Hadiningrat, tapi kemudian jadi populer sebagai nama kesultanan/kerajaan (Danasasmita, 1975: 59).
Dengan demikian, melalui konstruksi bernalar seperti itu Kerajaan Pajajaran sebagai sebuah eksistensi bisa diakui keberadaannya secara historis.
Tentang asal-usul dan arti kata Pakuan Pajajaran sendiri terdapat banyak pendapat (Sumadio, 1974: 383), yaitu:
- Menghubungkan kata pakwan dengan paku (sejenis pohon, cycas circinalis), sedangkan kata pajajaran diartikan sebagai tempat yang berjajar. Pakuan pajajaran diartikan sebagai tempat dengan pohon paku yang berjajar.
- Menghubungkan kata pakwan dengan kata kuwu. Dengan menunjukkan bukti bahwa sebutan pakuwan dan kuwu terdapat dalam Nagarakertagama.
- Kata pakwan berasal dari kata paku (pasak). Kata paku dapat dihubungkan dengan lingga kerajaan yang terletak di samping prasasti Batutulis.
Ketiga pendapat di atas dibantah oleh Saleh Danasasmita (2003: 18-19). Dengan berdasar pada Carita Parahiyangan dan Koropak 406 yang disebut juga Fragmen Carita Parahiyangan, beliau berkesimpulan bahwa Pakuan Pajajaran berarti “keraton yang berjajar”.