Peneliti: Masker Scuba dan Buff Jika Sering Dipakai Berpeluang Virus Masuk

15 September 2020, 17:57 WIB
Ilustrasi Masker Scuba /Istimewa

ISU BOGOR - Peneliti Loka Penelitian Teknologi Bersih (LPTB) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr. Eng. Muhammad Nasir memaparkan alasan masker berbahan kain kaku sejenis Scuba dan Buff tak efektif mencegah masuknya bakteri maupun virus.

Bahkan, Muhamad Nasir yang telah melakukan penelitian terkait teknologi untuk masker, sempat membahas juga terkait viralnya sebuah video tentang pengujian kinerja sebuah masker dengan cara meniup lilin.

Menurutnya, prinsip pengujian kinerja utama pada masker dilakukan melalui beberapa tahapan yakni Uji filtrasi bakteri (bactrial filtration efficiency) Uji filtrasi partikulate (particulate filtration efficiency) Uji permeabilitas udara dan pressure differential (breathability dari masker).

Baca Juga: 5 Fakta Tagline Odading Mang Oleh yang Viral di Media Sosial

Adapun pengujian secara ditiup sebetulnya hanya menunjukkan permeabilitas udara yang mengalir, semakin besar pori bahan suatu masker maka permeabilitas atau aliran udara semakin besar.

Meski demikian, dia sepakat jika cara tersebut tetap dapat dipakai masyarakat untuk menguji kualitas masker yang mereka beli. "Iya (cara yang dapat dipakai ) Itu sebagai indikator awal saja," terangnya di salah satu stasiun televisi swasta beberapa waktu lalu.

Ia juga menyampaikan masker kain dengan bahan yang lentur seperti scuba, pada saat dipakai akan terjadi streching atau perenggangan bahan sehingga kerapatan dan pori kain membesar serta membuka yang mengakibatkan permeabilitas udara menjadi tinggi.

Baca Juga: Deddy Corbuzier Kagumi Ridwan Kamil Soal Sinovac, Tapi Perkataannya Tak Pantas

Akibatnya, peluang partikulat virus untuk menembus masker pun disebutnya semakin besar. "Jika pori kain makin besar maka peluang virus masuk akan besar,” ungkapnya.

Meski demikian Nasir menyampaikan, bahwa masker kain meskipun ia tak memiliki kerapatan layaknya masker N95 ataupun masker bedah tetapi secara umum masker kain tetap memiliki kemampuan penyaringan yakni sekitar 50 sampai dengan 80 persen.

Lebih lanjut dia menyampaikan masyarakat dapat memilih masker kain dengan memilih kain yang rapat dan kaku sehingga tidak mudah terjadi streching kain maupun perubahan pori ketika masker dipakai.

Baca Juga: Bogor Zona Merah Lagi, Bima Arya Larang Warga Bersepeda dan Jogging di Lingkar Kebun Raya

Dia juga mencontohkan, untuk melihat kerapatan bahan yang akan dijadikan masker kain, juga dapat dilakukan dengan mengarahkan kain saat direnggangkan ke arah cahaya lampu. "Kita bisa mengamati perubahan ukuran pori kain sebelum dan setelah peregangan," katanya.

Diberitakan sebelumnya, penumpang KRL Jabodetabek diminta tidak memakai masker scuba atau buff saat naik KRL. Sebab masker scuba atau buff tak efektif tangkal debu, virus dan bakteri.

Hal tersebut dimumkan dalam Instagram @Commuterline. Dalam postingan @Commuterline, diberitahu persentase efektivitas jenis-jenis penangkal debu, virus dan bakteri.

Masker N95 efektif menangkap sampai 100 persen virus. Sementara masker bedah 80 persen sampai 95 persen. Lainnya masker FFPI menangkap 95 persen virus. Masker kain 3 lapis menangkal sampai 70 persen.

Baca Juga: Pemerintah Klaim, Kasus Aktif Corona Di Berbagai Daerah Mengalami Penurunan

Sementar masker scuba atau buff hanya menangkal virus masuk ke mulut dan hidung hanya 5 persen, bahkan tidak bisa.

"Hindari pemakaian masker scuba atau buff yang hanya 5% efektif dalam mencegah risiko terpaparnya akan debu, virus, dan bakteri," ungkap admin medsos @commuterline.***

Editor: Iyud Walhadi

Tags

Terkini

Terpopuler