Wali Kota Seoul Park, Aktivis HAM yang Tersandung Kasus Pelecehan Seksual  

14 Juli 2020, 20:31 WIB
Walikota Seoul, Park Won-soon dilaporkan menghilang. /

 

ISU BOGOR -  Kematian Wali Kota Seoul Park Won-Soon masih menyisakan tanda tanya. Pun diketahui bunuh dini, kepolisian setempat belum menyebutkan penyebab Park depresi. Sementara spekulasi adanya kasus pelecehan seksual selama Park menjabat pejabat daerah.

Tepat hari berkabung Wali Kota Seoul Park Won-Soon, Minggu 12 Juli 2020, Korea Women’s Hotline dan Pusat Bantuan Kekerasan Seksual Korea, pengacara mantan pegawai balai menggelar konferensi pers membuka kasus pelecehan seksual yang dilakukan Park terhadap mantan sekretarisnya selama empat tahun. Penggugat tidak menghadiri acara tersebut.

Menurut perwakilannya, perempuan itu dikirimi pesan tak senonoh dan foto Park yang hanya mengenakan pakaian dalam lewat obrolan rahasia Telegram. Dia juga menuding sang wali kota menyentuhnya tanpa izin dan memerintahkannya melakukan hal-hal yang bernada seksual.

“Park mendekatkan tubuhnya ke penggugat saat minta selfie di kantor,” ujar pengacara Kim Jae-ryon kepada AP. “Dia mencium lutut sekretarisnya yang luka, dan bahkan memanggilnya ke kamar yang ada di kantor. Dia minta dipeluk.”

Baca Juga: Persatuan Rumah Sakit Indonesia Setuju, Paling Mahal Rapid Test Mandiri Rp150 Ribu   

Perempuan itu sebenarnya sudah menggugat Park sejak 12 Mei lalu, tetapi baru diketahui setelah jasad wali kota ditemukan pada Jumat dini hari. Dia menawarkan kesaksian bahwa lelaki 64 tahun itu telah melanggar Act On Special Cases Concerning the Punishment, ETC. Of Sexual Crimes pada 8 Juli 2020, sehari sebelum putri Park melaporkan ayahnya hilang.

Direktur Pusat Bantuan Kekerasan Seksual Korea Lee Mi-kyoung mengungkapkan, pemerintah kota Seoul meremehkan permohonan korban karena mereka yakin Park “bukan lelaki jahat. Lagi pula, sudah menjadi tugas sang sekretaris untuk memenuhi kebutuhan emosional wali kota.”

Perempuan itu telah menceritakan pelecehan yang dialaminya kepada jurnalis, rekan kerja dan teman-temannya. Sang pengacara menyertakan bukti berupa tangkapan layar obrolan Telegram mereka.

Baca Juga: 10 Meninggal dan Lebih dari 4.000 Keluarga Terdampak Banjir Bandang Luwu Utara 

Park tetap melecehkannya, meski dia sudah pindah ke bagian lain. Perwakilan penggugat menekankan pelecehan seksual umum terjadi dalam hierarki kekuasaan di dunia kerja Korea Selatan.

Perempuan tersebut menyatakan dia hanya ingin “dilindungi secara adil, dan membuat Park menyesal atas perbuatannya yang tidak senonoh.”

“Saya harap bisa memaafkannya suatu saat nanti. Saya ingin beliau diadili sesuai hukum Korea Selatan dan menerima permintaan maaf tulus dari beliau,” imbuhnya.

Namun, perempuan itu tampaknya akan sangat sulit menerima keadilan. Di bawah Undang-Undang Korea Selatan, ada kemungkinan kasus ini terkubur bersama jasad wali kota. Lebih buruk lagi, dia kini menerima cercaan dari segala arah.

Baca Juga: Manajemen ASN Baik, Pemkot Bogor Diganjar Penghargaan oleh KASN 

Walaupun tergugat sudah tiada, perwakilan mantan sekretaris Park menuntut polisi dan pemerintah untuk terus melanjutkan penyelidikan kasusnya.

Ironis memang, mendiang Park adalah mantan aktivis dan pengacara HAM yang mengaku sebagai feminis. Dia bahkan sempat mendukung gerakan #Metoo, namun akhirnya tersandung kasus pelecehan seksual juga.***

Editor: Chris Dale

Sumber: AP News Guardian News

Tags

Terkini

Terpopuler