"Nah kita lebih waspada dengan diri kita masing-masing, jadi kita harus lebih mawas dengan keinginan alam semesta," kata Mas Tinus.
Bahkan, Mas Tinus menyebut jika ada yang menyebut Semeru itu hampir sampa dengan kata semar, karena itu loncengnya.
"Itu kan lonceng semar, semar kasih lonceng ceng ceng ceng. Iki loh aku arep nyabut gawe. Itu maksudnya," ungkap Mas Tinus.
Lantas, Mas Tinus juga menyebut peristiwa Gunung Semeru meletus sebagai siloka.
"Kita harus paham dengan keinginan alam semesta. Semeru, seru jadi suatu sifat yang memberikan kabar," jelasnya.
Intinya, lanjut Mas Tinus, Semeru itu adalah bagian dari refleksi alam.
"Mana kala alam itu tidak terjadi pada keselarasan dalam dirinya dia akan melakukan refleksi," kata Mas Tinus.
Seperti manusia, kata Mas Tinus, kalau tidak nyaman pasti akan tidak bisa diam.