LAPAN Sebut Fenomena Lintang Kemukus Merupakan Pantulan Cahaya dari Pembangkit Listrik

13 Oktober 2020, 20:25 WIB
Tangkapan layar heboh Lintang Kemukus muncul di Langit Jawa pada Sabtu malam 10 Oktober 2020. /Instagram @ndorobeii

ISU BOGOR - Menurut Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) menyebut fenomena lintang kemukus yang ramai dibicarakan merupakan pantulan dari cahaya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), bukan fenomena atmosfer atau antariksa.

Peneliti LAPAN Rhorom Priyatikanto mengatakan jejak merah yang berada di langit tidak jelas menggambarkan lintang kemukus yang bisa disebabkan oleh meteor atau komet.

Rhorom mengungkap foto yang beredar telah dipotong, padahal di daratan ada PLTU yang memancarkan sinar terang.

Baca Juga: Tak Kalah Gahar, Cek 10 HP Harga Rp 1 Jutaan Oktober Max Pro, Redmi6, Reami C2, Samsung Galaxy A11

"Misinformasi, gambar yang beredar telah dipotong dan terdapat cahaya terang PLTU pada gambar aslinya, maka saya lebih yakin untuk mengatakan bahwa jejak merah tadi adalah hasil glare atau sorotan cahaya dari PLTU," kata Rhorom dalam siaran persnya, Selasa 13 Oktober 2020.

Fenomena lintang kemukus menjadi topik pembicara di Facebook dan Twitter pada akhir minggu kemarin. Warganet heboh dengan kehadiran lintang kemukus di kota sekitar Tuban dan Bojonegoro, Jawa Timur.

Rhorom melanjutkan cahaya tersebut adalah cahaya terang yang terpantul dalam lensa kamera. Pantulan cahaya ini menyebabkan cahaya seperti fenomena lintang kemukus di langit.

Baca Juga: Polisi Aman 500 Orang Pendemo 13 Oktober, Sebagian Besar Palajar dan Pengangguran

"Cahaya terang dari PLTU masuk ke lensa kamera secara langsung dan juga melalui pantulan internal. Cahaya pantulan internal tadi disangka berasal dari langit, padahal tidak," tutur Rhorom.

Sebelumnya Rhorom mengatakan lintang kemukus yang terlihat di Jatim bukanlah komet, tapi kemungkinan adalah meteor yang terbakar di atmosfer pada ketinggian puluhan km (fireball/ bola api).

Kendati demikian ia mengatakan jejak bola api seharusnya tidak terbentuk seperti yang tertangkap kamera.

Baca Juga: Riuh, Pelajar Ikut Demo Dipersulit SKCK , Warganet: Ahok Pernah Narapidana Jadi Komut Pertamina

"Namun, biasanya jejak fireball tampak lebih terang dan tidak tampak merah seperti yang beredar," kata Rhorom.

Rhorom juga mengatakan sampah antariksa bisa menghasilkan jejak di langit seperti di gambar. Namun Rhorom mengatakan tidak ada sampah antariksa berukuran besar yang lewat sekitar Jatim saat itu.

"Alternatif lain adalah petir di stratosfer (sprite) atau di ketinggian lebih dari 70 km. Sprite biasa tampak berwarna merah dan vertikal. Namun, tidak seterang petir biasa," kata Rhorom.

Baca Juga: BERITA Demo Hari Ini, Viral Video Mobil Ambulance Dikejar dan Ditembaki Petugas 13 Oktober 2020

Sebelumnya, Peneliti dari Pusat Sains Antariksa (Pussainsa) Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) Emanuel Sungging sempat menjelaskan bintang kemukus adalah istilah tradisional untuk bintang berekor, bisa meteor bisa komet.

Sungging menjelaskan meteor atau bintang jatuh merupakan batu luar angkasa yang memasuki atmosfer Bumi dengan mengalami proses penguapan. Sementara komet adalah sebongkah benda luar angkasa yang mengandung es, batu, serta serpihan debu.

 

Lebih lanjut Sungging menyatakan fenomena lintang kemukus kali ini kemungkinan adalah meteor karena kejadian fenomena ini berbarengan dengan berbagai puncak hujan meteor.

Diketahui, ada tiga puncak hujan meteor terjadi bersamaan atau hampir bersamaan dengan lintang kemukus. Ketiga puncak hujan meteor tersebut adalah Draconid 8 Oktober 2020, Taurid Selatan 10 Oktober 2020, dan Delta-Aurigid 11 Oktober 2020.***

Editor: Chris Dale

Tags

Terkini

Terpopuler