“39 bencana itu terjadi di 31 desa yang tersebar di 12 kecamatan. Namun yang paling parah adalah kejadian banjir yang diakibatkan luapan sungai Cianten di Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan,” katanya.
Banjir akibat melupnya sungai Cianten itu menghancurkan sebuah jembatan dan sejumlah tambak ikan milik warga. Sedangkan untuk bencana longsor paling paraha terjadi di Desa Pancawati, Kecamatan Caringin.
Baca Juga: Percepat Pengendalian Banjir Jakarta, Anies Minta Jajarannya Segera Bangun Sistem Deteksi Dini
Kejadian longsor di Pancawati, Caringin itu, selain sempat menutup akses jalan, juga sempat menyeret sejumlah pejalan kaki. “Alhamdulillah dari semua kejadian itu, tak ada korban jiwa. Hanya beberapa kejadian saja yang membuat rumah, jalan, dan jembatan mengalami kerusakan,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Stasiun Meteorologi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Citeko, Bogor, Asep Firman Ilahi mencatat intensitas hujan yang terjadi kawasan Puncak (Megamendung, Cisarua dan Ciawi) pada Senin petang 21 September 2020 petang masuk dalam kategori ekstrem.
“Iya jadi fenomena curah hujan kemarin dikarenakan curah hujan ekstrim yang melebihi (bata normal) atau masuk dalam kategori lebih dari 100 mm perhari," ujar Asep.
Baca Juga: Sempat Siaga 1 Banjir Jakarta, Bendung Katulampa Selasa Pagi Normal
Lebih lanjut, ia menyebutkan, berdasarkan pengukuran dan pencatatan yang dilakukan pihak BMKG, saat kawasan Puncak diguyur hujan lebat, tepatnya sekitar pukul 15.30 WIB, curah hujannya mencapai 110 mm dan 95 mm dari pengukuran Pos Polusi Udara Cibeureum, Cisarua.
“Tentunya ini kita catat sebagai curah hujan pertama paling ekstrim sepanjang kemarau tahun ini. Maka dari itu, kita himbau kepada masyarakat agar tetap waspada karena potensi terjadinya curah hujan ekstrim di kawasan hulu Sungai Ciliwung bisa kembali terjadi,” ungkapnya.***