Network
Iwan Setiawan menyatakan bahwa pengawasan kawasan perkebunan teh yang banyak ditemukan di kebun teh Puncak itu bukan kewenangannya.
Sebab, lanjut Iwan Setiawan, ditemukannya banyak kondom di kebun teh Puncak ini sudah seperti menjadi fenomena sosial yang harusnya segera disikapi pemilik lahan.
Iwan menegaskan kebun teh Gunung Mas bukanlah milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, melainkan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII.
Baca Juga: Puncak Bogor Diterjang Banjir Bandang, Air Sungai Meluap hingga ke Kebun Teh
Maka dari itu, lanjut Iwan, pihaknya sangat sulit untuk menyelidiki masalah temuan kondom bekas pakai di kebun teh Gunung Mas Puncak itu.
“Gunung Mas itu bukan punya Pemda. Kalau kami siapkan petugas juga agak aneh ya," tutur Iwan kepada awak media saat ditemui di Bogor, Kamis 5 Januari 2022.
"Makannya, pelaksana pariwisata di Gunung Mas saja harusnya yang bertanggungjawab,” tambahnya.
Meski demikian, pihaknya mengajak semua kalangan untuk sama-sama mengawasi kawasan Puncak dari tempat perbuatan asusila.
Baca Juga: Info Jalur Puncak Hari Ini Kamis 5 Januari 2023, Lalu Lintas Terpantau Macet di Kawasan Cisarua
“Bukan hanya di Kawasan Puncak, tetapi juga di objek wisata lain itu harus steril dan clear dari perbuatan asusila," tegas Iwan.
Seperti diketahui, belum lama ini selepas malam tahun bara, wisatawan dikejutkan dengan temuan banyaknya kondom di kebun teh Puncak.
Tak sedikit para pengunjung yang merasa jijik sekaligus heran dengan banyaknya sampah kondom bekas pakai di kawasan perkebunan teh.
“Iya ini parah banget sih, beneran jijik banget,” ungkap salah seorang wistawan dalam video yang beredar di media sosial.
Baca Juga: Info Cuaca di Puncak Bogor Hari Ini Selasa 3 Januari 2023, BMKG Prakirakan Berawan hingga Kabut
Informasi diperoleh, diduga kondom-kondom tersebut merupakan ulah pasangan yang berhubungan intim saat malam pergantian tahun 2022 ke 2023.
Fenomena kondom di perkebunan teh yang ada di kawasan berhawa sejuk itu sebetulnya terjadi hampir setiap tahun. Namun hal tersebut tak disikapi oleh pemerintah setempat maupun pengelola.
Padahal, jika dibiarkan hal tersebut tentu bisa menjadi preseden buruk bagi aparatur setempat dan pemilik perkebunan teh plat merah itu.***
