Apresiasi Penyelesaian Polemik GKI, Yenny Wahid: Tidak Mudah Melakukan Proses Seperti Itu

- 17 Juni 2021, 06:34 WIB
Wali Kota Bogor Bima Arya bersilaturhami dengan pendiri The Wahid Institute, Zannuba Ariffah Chafsoh atau yang akrab disapa Yenny Wahid di Griya Gus Dur, Jakarta, Kamis 16 Juni 2021
Wali Kota Bogor Bima Arya bersilaturhami dengan pendiri The Wahid Institute, Zannuba Ariffah Chafsoh atau yang akrab disapa Yenny Wahid di Griya Gus Dur, Jakarta, Kamis 16 Juni 2021 /Pemkot Bogor

 

ISU BOGOR - Putri kedua dari Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Yenny wahid mengapresiasi upaya Pemkot Bogor yang memberikan pemenuhan hak-hak mendasar bagi warganya untuk bisa beribadah, dalam hal ini bagi jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jalan KH Abdullah bin Nuh, Cilendek Barat, Bogor Barat, Kota Bogor.

Hal itu dikatakan saat Wali Kota Bogor Bima Arya bersilaturhami dengan pendiri The Wahid Institute, Zannuba Ariffah Chafsoh atau yang akrab disapa Yenny Wahid di Griya Gus Dur, Jakarta, Kamis 16 Juni 2021.

“Kita apresiasi bahwa tentunya Pemkot Bogor menempuh berbagai negosiasi alot sekali melibatkan berbagai macam pihak, semua aktor didekati satu-satu, cari titik temu, yang ini maunya apa, yang itu maunya apa. Dan akhirnya kemudian para aktor tersebut bersepakat bahwa yang paling penting bisa beribadah,” ungkap Yenny dalam keterangannya kepada media.

Baca Juga: Seorang Pelajar Kabupaten Bogor Hilang Tenggelam Berenang di Pantai Citepus Kabupaten Sukabumi 

Yenny menilai, lebih mudah bagi seorang Bima Arya untuk membiarkan masalah ini berlarut-larut tanpa dicarikan solusi penyelesaian dalam polemik GKI Yasmin.

“Ya sudah biarkan saja sampai selesai masa jabatan tidak usah ambil tindakan apapun. Itu jauh lebih mudah bagi kepala daerah. Tapi saya melihat, yang saya apresiasi disini adanya kegigihan dari Pak Bima Arya dalam mencoba merangkul semua pihak yang terlibat,” ujar Yenny.

“Mendengarkan semua pihak, mendengarkan semua aktor, semua stakeholder coba didengar suaranya, dan kemudian sampai di titik ini, pada saat ini, di mana hak warga diberikan untuk beribadah. Saya rasa itu harus kita apresiasi, tidak mudah melakukan proses politik panjang seperti itu,” tambahnya.

Baca Juga: 3 Gol ke Gawang Swiss Cukup bagi Italia Lanjut ke Putaran 16 Besar Euro 2021 

Menurutnya, polemik GKI Yasmin banyak dimensinya. Ada dimensi hukum, ada dimensi konstitusi, kebebasan beribadah, dan ada dimensi sosial yang ikut menjadi bagian dari dinamika pada saat itu.

“Sehingga setiap kepala daerah pasti harus mendengar aspirasi dari berbagai macam stakeholder atau pemangku kepentingan,” katanya.

Ia menambahkan, ketika kemudian terjadi kendala-kendala dalam prosesnya, jangan sampai kendala tersebut menghalangi hak mereka untuk mendapatkan pemenuhan haknya.

Baca Juga: Waduh, 11 Pelajar Bording School Kota Bogor Positif Covid-19 

“Ini yang sebetulnya kita advokasi. Tetapi 15 tahun berlalu tidak ada titik temu, tentu melelahkan sekali. Yang paling penting adalah apa sih kemauan para jemaat di daerah tersebut."

"Karena mereka yang memiliki kepentingan langsung. Hingga pada akhirnya para stakeholder bersepakat. Yang paling utama bagi kami adalah punya rumah ibadah. Ini yang kami apresiasi,” jelas Yenny.***

 

Editor: Chris Dale


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x