ILC TVOne, Ketua YLBHI Asfinawati: Omnibus Law Untungkan Kejahatan Lingkungan, Nol Persen Royalti

- 21 Oktober 2020, 17:30 WIB
Asfinawati, Direktur YLBHI, saat menjadi narasumber di Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa, 20 Oktober 2020.
Asfinawati, Direktur YLBHI, saat menjadi narasumber di Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa, 20 Oktober 2020. /Tangkapan Layar YouTube/Indonesia Lawyers Club

ISU BOGOR - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menilai disahnya Omnibus Law UU Cipta Kerja hanya menguntukang adanya kejahatan lingkungan terlebih memberikan nol persen royalti.

Asfinawati dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC TvOne) pada Selasa malam, 20 Oktober 2020, menanyakan kaitan Omnibus Law dengan pernyataan Doni Monardo pada awal agustus 2019.

Doni menyatakan, "99 persen kebakaran hutan dan lahan adalah akibat ulah manusia, 80 persen di terjadi di perkebunan".

Baca Juga: Sujiwo Tejo: Omnibus Law Silakan Jalan, Tapi Nanti Milenial Bikin Trending Topk Dunia

Baca Juga: Kritik Rizal Ramli UU Cipta Kerja: Oknum Birokrat Kita Brengsek, Menghambat Karena Ingin Memeras

Menurut Asfinawati, Omnibus Law melemahkan pertanggungjawaban yang tidak perlu melihat hubungan antara kejahatan lingkungan apakah ada hubungannya dengan orang yang melakukan eksplorasi di lahan tersebut.

"Omnibus Law melemahkannya dengan tanpa pembuktian unsur kesalahan, tanpa pembuktian unsur kesalahan Strict Liability sebenarnya sedang dihilangkan" ujar Asfinawati.

Pada yudisial review tahun lalu, APHI dan GAPKI memohon untuk menghapuskan Strict Liablity, kedua organisasi tersebut merupakan satgas Ombnibus Law.

Baca Juga: INNALILLAHI, Pimpinan Pondok Modern Gontor KH Abdullah Syukri Zarkasyi Meninggal Dunia

Baca Juga: Mudahnya Transfer Saldo ShopeePay, Ikuti 5 Langkah Ini

Pasal yang diyudisial review itu muncul pada Omnibus Law dan disahkan oleh DPR dengan persetujuan Pemerintah dipembahasan tingkat 1 dan tingkat 2.

Selain itu, ada juga pelemahan sangsi menjadi administratif dikejahatan pertama, dan sangsi pidana dikejahatan berikutnya.

Di salah pasal Omnibus juga terdapat nilai tambah batu bara, perusahaan yang melakukan nilai tambah batu bara akan mendapat pengenaan 0 persen royalty.

Pengaturannya belum ada yang tahu maupun DPR dan Pemerintah, karena akan diatur dengan Pemerintah sedangkan peraturannya belum ada dan bisa berganti-ganti.

Baca Juga: Terjemahan dan Makna Lagu Penyanyi Asal Los Angeles LANY, You!

Baca Juga: Boruto Chapter 51, Naruto, Sasuke, atau Boruto yang Akan Gugur Hadapi Isshiki Otsutsuki

Asfianawati juga menyebut bahwa ada hiperregulasi di Indonesia.

"Pada data PSHK 2014-2019 terdapat 131 Undang-undang, 526 peraturan Pemerintah, 839 peraturan Presiden dan 8.648 peraturan Menteri, semua peraturan dibuat oleh
Presiden, kenapa jawabannya undang-undang?," kata Asfianawati.

Dia juga menyebut, "Jangan-jangan alasan nilai tambah batu bara 0 persen karena ada ketua satgas Omnibus Law, Airlangga Hartanto yang terkait perusahaan dengan tambang, dan ada juga tim pemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin yang memiliki tambang dan juga masuk ke satgas Omnibus Law,".

Jika betul Omnibus Law untuk rakyat, kenapa rancangan undang-undang perlindungan pekerja rumah tangga yang sudah 16 tahun tidak kunjung disahkan bahkan dibahas.

Baca Juga: 7 Tips Penggunaan Make Up Untuk Pemula di Masa Pandemi Corona

Dan juga kenapa RUU masyarakat adat sudah 10 tahun tidak kunjung disahkan dan juga dibahas.

YLBHI mencatat pada Januari hingga Agustus 2020 ada 79 kasus agraria dan kriminaliasi masyarakat adat.

Asfianawati mempertanyakan kenapa Ombnibus Law tidak menyasar kepada hal-hal yang seperti itu, tetapi malah memberi royalty 0 persen yang tidak berarti bagi masyarakat.***

Editor: Chris Dale


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x