Suntik Vaksin Presiden Jokowi Dianggap Salah. Ini Jawaban Prof Zubairi Djoerban

- 19 Januari 2021, 10:28 WIB
Presiden Jokowi Divaksin di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu 13 Januari 2021.*
Presiden Jokowi Divaksin di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu 13 Januari 2021.* /Twitter @Jokowi

ISU BOGOR - Pesan berantai di WhatsApp Grup juga media sosial yang menyebut cara menyuntik vaksin ke Presiden Joko Widodo dianggap gagal dan harus diulang cukup membuat resah. Lantaran, di dalam pesan tersebut dijelaskan secara detail cara menyuntik yang dianggap tidak menembus otot.

Soal ini, Ketua Satgas Covid-19 IDI Prof. Zubairi Djoerban lalu angkat bicara dan menegaskan pesan berantai yang beredar tersebut tidak benar. Melalui akun twitternya, Zubairi menulis mengenai cara penyuntikkan vaksin yang dilakukan Profesor Abdul Muthalib ke Presiden Jokowi pada tanggal 13 Januari lalu sudah benar.

"Selain Kristen Gray, yang meresahkan lagi adalah beredarnya pesan berantai di media sosial dan WAG tentang vaksinasi @jokowi yang dianggap gagal dan harus diulang. Pertanyaan ini diajukan terus oleh jurnalis kepada saya, entah kenapa. Biar clear, berikut jawaban saya," kata Zubairi mengawali cuitannya, Senin 18 Januari malam.

Baca Juga: Cast Knowing Bros JTBC Tuai Kecaman Akibat Komentar yang Menghina DinDin

Baca Juga: Gunung Merapi Semburkan Awan Panas Guguran Sejauh 1.800 Meter

Zubairi menjelaskan, duduk persoalan isu ini dimulai dari pesan seorang dokter di Cirebon yang menyatakan injeksi vaksin Sinovac seharusnya intramuskular (menembus otot;red) sehingga penyuntikannya harus dilakukan dengan tegak lurus (90 derajat;red).


"Menurut dokter itu, vaksin yang diterima @jokowi tidak menembus otot, karena tidak 90 derajat. Sehingga, dianggapnya, vaksin tersebut tidak masuk ke dalam darah, dan hanya sampai di kulit (intrakutan) atau di bawah kulit (subkutan). Apakah benar?," lanjut Zubairi.

Zubairi menegaskan pendapat tersebut salah besar. Sebab, menyuntik itu tidak harus selalu tegak lurus dengan cara intramuskular. Kata dia, hal tersebut pemahaman lama alias usang dan jelas sekali kepustakaannya. "Bisa Anda lihat di penelitian berjudul "Mitos Injeksi Intramuskular Sudut 90 Derajat," katanya.

Baca Juga: Dari Makan Sampai Perawatan Diri, Cashback 30 Persen dengan ShopeePay

Baca Juga: VIDEO: Aksi Pencurian Motor di Bogor Terekam CCTV

 Dikatakannya lagi, penelitian itu ditulis oleh DL Katsma dan R Katsma, yang diterbitkan di National Library of Medicine pada edisi Januari-Februari 2000. Intinya, persyaratan sudut 90 derajat untuk injeksi intramuskular itu tidak realistis. Pasalnya, trigonometri menunjukkan, suntikan yang diberikan pada 72 derajat, hasilnya itu mencapai 95 persen dari kedalaman suntikan yang diberikan pada derajat 90. "Artinya, apa yang dilakukan Profesor Abdul Muthalib sudah benar. Tidak diragukan," masih jelas dia.

Pertanyaan selanjutnya, kata Zubairi, apakah ada risiko terjadi Antibody Dependent Enhancement (ADE), kondisi di mana virus mati yang ada di dalam vaksin masuk ke jaringan tubuh lain dan menyebabkan masalah kesehatan?

"Jawabannyn, kan tidak terbukti di uji klinis satu, dua dan tiga bahwa ADE itu terjadi pada vaksin Sinovac. Dulu pernah diduga terjadi pada vaksin demam berdarah. Saya enggak tahu bagaimana perkembangannya lagi. Silakan dicek," katanya.

Lebih jauh lagi, Zubairi mengatakan, apakah tubuh kurus dan tidak punya pengaruh dengan ukuran jarum suntik? "Ya kalau obesitas berlebihan tentu jaringan lemaknya banyak. Jadi untuk masuk ke otot jadi lebih sulit. Dokter yang nantinya bisa menilai ukuran jarum suntik itu ketika akan divaksin," katanya.

Di akhir cuitannya Zubairi mengajak masyarakat untuk mempromosikan hal-hal baik. ***

Editor: Chris Dale

Sumber: Twitter


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x