Pantas Sering Langka, KPK Ungkap Banyak Penyimpangan di Program Gas Elpiji Bersubdisi 3 kilogram

8 Oktober 2020, 23:05 WIB
Petugas melakukan pengecekan stok tabung gas elpiji tiga kilogram di Pangkalan elpiji SPBU Muri, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Rabu (26/8/2020). Menurut PT Pertamina wilayah Marketing Operation Region IV Jawa Tengah Bagian Tengah akibat libur panjang dan maraknya hajatan sepekan terakhir permintaan elpiji tiga kilogram di wilayah Tegal, Slawi dan Brebes naik 10 persen atau 20 metric ton (MT) dari rata-rata 180 MT menjadi 200 MT per hari. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/aww. /Oky Lukmansyah/ANTARA FOTO

ISU BOGOR - Sering terjadinya kelangkaan atau kesulitas gas elipiji bersubsidi akibat maraknya penyimpangan dalam proses penyaluran.

Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding mengatakan, dari hasil kajian itu, KPK telah menemukan beberapa permasalahan terkait program elpiji bersubsidi yang seharusnya hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang kurang mampu.

“Pada rentang Januari 2019 hingga Juli 2019, KPK telah melakukan Kajian Sistem Tata Kelola Program LPG 3 kilogram yang bersubsidi,” kata Ipi Maryati Kuding kepada wartawan sebagaimana dikutip IsuBogor.com dari RRI di Jakarta, Kamis 8 Oktober 2020.

Baca Juga: Polisi: 47 Pendemo Omnibus Law Ciptaker Reaktif Corona

Menurut Ipi, permasalahan pertama yaitu terkait aspek perencanaan, yaitu tidak adanya kriteria spesifik atau definisi masyarakat miskin atau kurang mampu yang berhak sebagai penerima subsidi elpji 3 kilogram.

“Tidak jelas jenis usaha mikro apa saja yang dimaksud yang bisa menerima subsidi dan penentuan kriteria usaha mikro yang diserahkan dari pihak agen ke pangkalan,” jelasnya.

Kemudian kata Ipi, usulan dari daerah tidak didasarkan pada data calon penerima yang valid atau terverifikasi. Misalnya, usulan yang diajukan provinsi selalu meningkat, padahal berdasrkan data BPS (Badan Pusat Statistik) justru menunjukkan terjadinya tren penurunan jumlah penduduk miskin di provinsi tersebut.

Baca Juga: Bima Arya Protes Omnibus Law karena APEKSI Tak Pernah Dilibatkan Dalam Perumusan

“Pada tahun 2018 dari total sebanyak 404 kabupaten/kota, hanya 67 yang mengajukan usulan penerima subsidi dan diterima oleh Kementerian ESDM (Energi Sumber Daya Mineral),” terangnya.

Ipi menjelaskan, sedangkan permasalahan kedua, KPK juga menyoroti dalam segi aspek pelaksanaan, misalnya terkait lemahnya sistem pengawasan proses pedistribusian tabung LPG ukuran 3 kilogram.

Ada beberapa masalah yang ditemukan KPK, yaitu kurangnya sosialisasi dari Pertamina dan agen kepada pangkalan yang kemudian menyebabkan banyak pangkalan tidak mengisi logbook (buku catatan) dengan benar.

Baca Juga: Diguyur Hujan, Ridwan Kamil Surati Jokowi Tolak Omnibus Law

Selain itu adalah minimnya sanksi kepada agen oleh pihak PT. Pertamina (Persero). Kemudian juga minimnya sanksi dari agen ke pangkalan untuk yang menjual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) padahal tidak sesuai dengan logbook.

Dalam kesempatan ini, Ipi juga menjelaskan soal lemahnya sistem kendali dalam implementasi penetapan HET. Salah satunya adalah tidak adanya ketentuan mengenai bagaimana pemerintah daerah (pemda) dalam mengatur HET.

Kemudian Kementerian ESDM juga tidak mengevaluasi HET mulai dari tingkat pemerintah daerah. Kemudian agen juga jarang melakukan pengawasan ke pangkalannya atau sama seperti Pertamina yang tidak bisa selalu mengawasi agennya.

Baca Juga: Habis Jokowi Kabur, Terbitlah Taggar Kang Emil yang Jadi Trending Topic Twitter di Demo Omnibus Law

Ipi menambahkan, Dinas Perdagangan Kabupaten/Kota setempat tidak mempunyai wewenang untuk menindak hanya bisa memberikan imbauan.

Akibatnya harga tabung gas elpiji ukuran 3 kilogram di pangkalan juatru dijual lebih tinggi dari HET, hal ini terjadi karena HET tidak dievaluasi secara berkala atau berkelanjutan.

Sementara itu, permasalahan terakhir itu disebabkan karena tidak operasionalnya pengaturan sistem zonasi distribusi LPG yang sebelumnya telah mendapatkan subsidi atau Public Service Obligation (PSO) dari Pemerintah.

“Pembagian alokasi ditentukan oleh Kementerian ESDM hanya dengan memperhitungkan kebutuhan (permintaan) dari Kabupaten/Kota sebagaimana usulan," ucapnya.

Baca Juga: Dihadang Aparat, Tak Gentar Ratusan Mahasiswa Kepung Istana Bogor

Akibatnya terjadi manipulasi pengisian buku catatan (logbook), karena banyak persentase ke pengecer maka akibatnya harga HET elpiji bersubsidi semakin tidak terkendali (harga terus meningkat)

KPK juga menemukan adanya dugaan indikasi pembelian tabung elpiji 3 kilogram secara rutin dalam jumlah banyak yang diduga dilakukan oleh golongan Rumah Tangga (RT) hingga Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk kemudian dijual kembali kepada masyarakat.

KPK juga menyatakan bahwa penentuan alokasi elpiji bersubsidi per daerah atau per wilayah justru berdampak kesulitan di level operasional.

Karena jika ada kekurangan atau kelangkaan pasokan (defisit) elpiji di suatu daerah itu tidak dapat dipenuhi oleh daerah lain yang justru sedang kelebihan (surplus) pasokan meskipun lokasinya berdekatan/berbatasan.

Sehingga kelebihan pasokan elpiji di suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang sedang mengalami kekurangan atau kelangkaan pasokan.****

Editor: Iyud Walhadi

Tags

Terkini

Terpopuler