Jika internet tak bisa diakses dalam skala sebesar itu, konsekuensinya bisa sangat menghancurkan — menyebabkan kerugian miliaran dolar per hari bagi ekonomi dunia, terutama di AS dan menghambat rantai produksi dan pasokan bahan-bahan penting seperti makanan dan obat-obatan.
Tetapi para ilmuwan di NASA sedang berusaha untuk mencegah bencana seperti itu dengan meluncurkan sebuah penyelidikan bertahun-tahun yang lalu. Sehingga hal itu memungkinkan mereka untuk mempelajari dan mempersiapkan bagaimana badai matahari dapat mempengaruhi infrastruktur planet.
Baca Juga: 10 Negara yang Memiliki Nilai Mata Uang Terendah di Dunia 2023, Termasuk Indonesia?
Jadi, seberapa besar kemungkinan umat manusia menghadapi apa yang dianggap banyak orang sebagai kiamat internet 2025?
Ancaman Badai Matahari
Dikutip dari USA Today, angin surya diciptakan oleh ekspansi luar partikel bermuatan dari korona Matahari di atmosfer terluar, menurut NASA. Meskipun jauh lebih padat daripada angin di Bumi, angin jauh lebih cepat — biasanya bertiup dengan kecepatan satu hingga dua juta mil per jam.
Menurut NASA karena angin yang dihasilkan badai matahari di dekat matahari, dampak atmosfer berpotensi dirasakan di Bumi. "Suar matahari dan pelepasan massa koronal mendorong badai, yang melepaskan partikel matahari dan radiasi elektromagnetik ke planet kita," jelas NASA.
Baca Juga: Info Gempa Terkini Hari Ini Magnitudo 5,0 Guncang Sulut, Begini Penjelasan BMKG
Ketika frekuensi lontaran massa koronal meningkat pada puncak siklus 11 tahunnya, yang menurut NASA diperkirakan terjadi pada tahun 2025, aktivitas elektromagnetik di puncak matahari. Apa yang disebut "solar maxiumum" berarti bagi kita penduduk bumi adalah bahwa risiko gangguan di planet kita meningkat.
Aktivitas tersebut berpotensi menyebabkan badai geometris, yang dapat menghambat sinyal satelit, komunikasi radio, internet, dan jaringan listrik — yang mengakibatkan keruntuhan teknologi.
Kemungkinan Badai Matahari Memicu Pemadaman Listrik
Kemungkinan badai yang memicu pemadaman internet sangat kecil, menurut sebuah penelitian dari dua tahun lalu. Tapi ancamannya masih tidak bisa diremehkan.