Benarkah Wisata Cahaya Malam Ganggu Ekosistem Kebun Raya Bogor? Ini Kata Ahli Proteksi Tanaman IPB

- 6 Oktober 2021, 13:55 WIB
Benarkah Cahaya Malam Artifisial Ganggu Ekosistem Kebun Raya Bogor? Ini Kata Ahli Proteksi Tanaman IPB
Benarkah Cahaya Malam Artifisial Ganggu Ekosistem Kebun Raya Bogor? Ini Kata Ahli Proteksi Tanaman IPB /Instagram @glowkebunraya

ISU BOGOR - Ahli Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB University, Dadan Hindayana angkat bicara terkait polemik wisata cahaya malam artifisial dianggap berpotensi mengganggu ekosistem Kebun Raya Bogor. Menurutnya, spectrum cahaya yang ditanggap manusia dengan hewan berbeda.

Dadan menjelaskan visible light yang dapat ditangkap oleh indra manusia ada dikisaran 400 - 700 nm (nanometer).

"Dan diketahui yang sangat berpengaruh nyata terhadap proses fotosintesis tumbuhan ada pada panjang gelombang 450-495 nm untuk warna biru dan 620 - 750 nm warna merah," ungkap Dadan saat ditemui di Kebun Raya Bogor, Rabu 6 Oktober 2021.

Baca Juga: Berwisata ke Kebun Raya Bogor saat Cuaca Ekstrim? Hindari 5 Zona Ini

Spektrum Warna

Lebih lanjut, Dadan menambahkan selain jenis warna, juga penting diketahui seberapa besar intensitas cahaya yang digunakan.

"Menarik untuk dikaji jika kita menggunakan spectrum warna selain biru dan merah, misalnya hijau apakah itu akan mempengaruhi proses visiologi tumbuhan di malam hari," jelas Dadan.

Kemudian, Dadan juga kembali menegaskan jika ternyata ada pengaruhnya, itu untuk intensitas cahaya berapa.

Baca Juga: Guru Besar IPB University Dukung Inovasi Kebun Raya Bogor: Agar Mudah Diterima Lintas Generasi

"Spectrum cahaya yang ditanggap manusia, berbeda dengan hewan utamanya serangga. Serangga itu umumnya dapat menangkap cahaya Ultra Violet (UV), spectrum yang manusia tidak bisa melihatnya," ungkapnya.

Ia menjelaskan ada beberapa serangga yang selain UV juga bisa melihat warna lain, misal Lalat bisa juga melihat hijau, Lebah dapat juga melihat biru dan kuning.

"Hal sudah dapat dipastikan, serangga sama sekali tidak bisa melihat warna merah. Oleh sebab itu, para peneliti biasanya kalau ingin melakukan penelitian perilaku serangga di malam hari, mereka pasti menggunakan warna merah," jelas Dadan.

Baca Juga: MS Kaban Sebut Fungsi Konservasi dan Wisata Kebun Raya Bogor Sudah Baik: Tidak Perlu Dipertentangkan

Adaptasi tumbuhan dan asosiasinya dalam kehidupan manusia sudah berjalan selama manusia hidup. Ia mencontohkan pohon mangga yang dipastikan berasal dari kebun dan mungkin hutan, dapat beradaptasi dengan baik di pekarangan rumah dengan penyinaran yang intens di malam hari.

"Mangga itu tetap hidup dan bahkan berbuah lebat seitiap musim. Selain itu, hewan yang berasosisai dengan pohon mangga, diantaranya kelelawar juga hadir di pemukiman.

"Sehingga tidak heran bila kita memarkirkan kendaraan di bawah pohon mangga itu, pagi harinya kotor dengan kotoran hewan, yang kotoran kelelawar itu," ungkapnya.

Baca Juga: Intip Inovasi Kebun Raya Bogor, Mulai dari Bus Wisata Listrik hingga Toilet Umum yang Nyaman

Evolusi dan Co-Evolusi

Meski demikian, ia mengungkapkan pada prinsipnya di dunia ini berkembang 2 paham utama tentang kehidupan.

Pertama, paham penciptaan, yang mengatakan bahwa semua mahluk ini diciptakan tuhan dengan sempurna dan hidup sebagaimana mestinya.

Kemudian yang kedua paham evolusi yang intinya mengatakan bahwa dunia ini ada dalam waktu yang panjang, selalu mengalami perubahan dan selalu berkembang.

"Bagi seorang scientist yang percaya dengan penciptanya, tentu meyakini betul paham penciptaan ini, tapi teori evolusi yang basis utamanya Seleksi Alam pasti diakui juga kebenarannya," jelasnya.

Bahkan, kata dia, evolusi dan co-evolusi selalu terjadi dalam kehidupan ini. Ia mencontohkan seperti yang terjadi saaat ini yaitu pandemi COVID-19.

"Seleksi alam terjadi bagi umat manusia, yang survive (atas kejadian COVID-19) adalah mereka yang selama ini hidup dengan sehat, sementara mereka yang hidupnya kurang sehat, ada yang tidak bisa melewati seleksi alam ini," paparnya.

Menurutnya, kini manusia di seluruh dunia memahami betul bagaimana caranya selamat dari tekanan COVID-19, yaitu menjaga imunitas tubuh dengan hidup dengan sehat.

"Di sisi lain, COVID-19 pun mengalami co-evolusi dengan munculnya varian-varian baru yang mungkin akan lebih ganas dan manusia kemudia berusaha menyesuaikan diri dengan tekanan COVID-19 varian baru itu agar tetap survive," jelasnya.

Menurutnya, mekanisme itu akan terus terjadi sepanjang kehidupan. Bahkan, hal yang sama juga akan terjadi pada tumbuhan dan binatang.

"Mungkin uuntuk sementara waktu akan ada jenis tumbuhan atau binatang yang akan terpengaruh dengan sesuatau yang baru, tapi dalam jangka panjang mereka juga akan menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang baru," pungkasnya.

Seperti diketahui Kebun Raya Bogor segera menghadirkan wisata edukasi bernama GLOW. Dilansir dari akun Instagram @GlowKebunRaya, disebutkan GLOW hadir sebagai bentuk wisata edukasi unik yang diadakan hanya pada malam hari dengan konsep berjalan kaki menelusuri jalur di ruang alam terbuka.

Konsep Kebun Raya di malam hari juga sudah diadaptasi oleh beberapa Kebun Raya di dunia, seperti Johnsonville Night Lights in the Garden yang berlokasi di Naples Botanical Garden, Night Blooms di Huntsville Botanical Garden, dan Botanica Lumina di Adelaide Botanic Garden.

"Sekarang, Teman #KebunRaya tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri untuk menikmati Kebun Raya di malam hari, karena GLOW akan segera hadir di Kebun Raya Bogor," tulis akun tersebut.***

Editor: Iyud Walhadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah