ISU BOGOR - Politisi Partai Gerindra, Fadli Zon mempertanyakan mengapa jika 82 persen kepala daerah (Kada) Indonesia dibiayai oleh cukong atau pengusaha besar yang sering dikaitkan dengan etnis tionghoa, Indonesia tidak diganti saja menjadi negara cukongrasi.
Hal itu disampaikan Fadli Zon melalui akun Twitternya @fadlizon kepada akun Twitter Menkopolhukam Mahfud MD @mohmahfudmd, pada Jumat, 18 September 2020, yang sempat menyatakan 92 persen pilkada dibiayai oleh cukong, namun selanjutnya diralat menjadi 82 persen.
Menurut Mahfud, angka itu berdasarkan data di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, ketika memimpin Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), bahwa hampir semua yang terlibat pemilihan kepala daerah (pilkada) berperkara berbicara dibiayai cukong.
Baca Juga: Bima Arya Do'akan Rektor IPB Arif Satria Sehat Selalu Sehari Sebelum Dinyatakan Positif Covid-19
"Namanya julukan yg timbul dari kesan ya boleh saja. Cukongkrasi: boleh, terseah sj kalau kesan," penggalan balasan cuit Mahfud MD menjawab Fadli Zon, Sabtu, 19 September 2020.
Mahfud MD malah menjelaskan secara luas penggunaan julukan lainnya yang pernah dipakai oleh beberapa tokoh dan buku.
"Bahkan ada jg istilah Kleptokrasi (negara maling) yg oleh Buya Syafii Maarif diartikan Negara Pencilok (bhs Padang). Ada jg buku Vampire State (negara dracula, menghisap darah rakyat)," tulis Mahfud MD.
Namanya julukan yg timbul dari kesan ya boleh saja. Cukongkrasi: boleh, terseah sj kalau kesan. Bahkan ada jg istilah Kleptokrasi (negara maling) yg oleh Buya Syafii Maarif diartikan Negara Pencilok (bhs Padang). Ada jg buku Vampire State (negara dracula, menghisap darah rakyat). https://t.co/o6hsFbcKPV— Mahfud MD (@mohmahfudmd) September 18, 2020
Sementara itu, sebagian komentar warganet pun riuh justru mempertanyakan balik ke Fadli Zon megenai dana ketika dirinya mencalonkan atau kini dana calon yang didukung Partai Gerindra dalam Pilkada serentak 2020 ini.