Menkeu Sri Mulyani Jawab, Perlukah Indonesia Berhutang?

- 19 Juli 2020, 12:35 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani
Menteri Keuangan Sri Mulyani //Instagram/@smindrawati

ISU BOGOR - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan, sebagai menteri keuangan, tugas utamanya adalah mengelola keuangan negara, mulai dari penerimaan, belanja atau pembiayaan, termasuk juga investasi. Dari sisi penerimaan, sumbernya bisa dari pajak, bea cukai, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan juga hibah.

“Bila belanjanya lebih banyak dari pada yang bisa kita kumpulkan, bagaimana? Ya kita mencari utang. Kalau begitu, apakah kita perlu utang? Ya utangnya untuk apa dulu. Kalau untuk membuat infastruktur kita menjadi baik, supaya anak-anak kita bisa sekolah sehingga tidak menjadi generasi yang hilang, generasi yang produktif, ya tidak ada masalah,” kata Sri Mulyani dalam acara diskusi secara virtual, Sabtu 18 Juli 2020.

Tidak berutang pun menurutnya adalah sebuah pilihan kebijakan. Tetapi apabila pendapatannya lebih rendah daripada belanja yang dibutuhkan, tidak berutang menurutnya sama saja dengan menunda semua kebutuhan untuk masalah kesehatan, pendidikan, infratruktur dan pembangunan produktif lainnya.

Baca Juga: Sapardi Djoko Berpulang, 'Aku Mencintaimu Dengan Sederhana'

Menkue mengungkapkan, sumber-sumber penerimaan negara selama ini juga telah dimaksimalkan. “Kalau negara yang semakin kuat, dia mendapatkan penerimaan pajak yang makin besar. Siapa yang membayar? Mulai dari korporasi, usaha besar, usaha menengah, usaha kecil, dari semua kegiatan, dari para pekerja, mulai dari swasta sampai ASN,” kata Menkeu.

Setelah mendapatkan penerimaan negara tersebut, hal yang juga harus dilihat adalah belanja atau pembiayaan yang harus dikeluarkan untuk negara sebesar Indonesia. Yang utama, menurut Menkeu, adalah untuk kepentingan masyarakat.

“Apa masyarakat butuhnya? Pendidikan. Apalagi konstitusi kita mengatakan harus 20%, maka kita harus mengalokasikannya. Kenapa penting? Mumpung masyarakatnya masih muda dan harus ada investasi di bidang umber daya manusia, kita perlu untuk memprioritaskan itu. Kesehatan dan bagaimana mengurangi kemiskinan juga sangat penting. Begitu juga dengan infrastruktur, mulai dari irigasi, sanitasi, jalan raya, telekomunikasi, pelabuhan, airport, semuanya adalah berbagai infastruktur yang dibutuhkan agar negara kita makin maju, makin bisa meningkatkan kapasitas produktifitasnya. Bagaimana dengan riset dan dan teknologi, itu juga penting. Bagaimana dengan membuat alutsista, iya penting. Polisi juga penting. Jadi begitu banyak yang harus diperhatikan dan diprioritaskan, dan tentu kita juga menjaga supaya tidak bocor, tidak dikorupsi, tepat sasaran dan tepat kualitas,” paparnya.

Baca Juga: Pro-Kontra Anak Jokowi, Gibran Manggung Politik Jadi Wali Kota Solo

Sri Mulyani mengungkapkan, selama ini masyarakat kita terkadang sensitif bicara soal utang, bahkan disertai nada benci. Padahal seluruh negara di dunia, termasuk juga negara Islam juga berutang.

“Coba dicek saja, semua negara Islam di dunia juga berutang, mau Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Tunisia, Maroko, Pakistan, Afganistan, Kazakhstan. Bahkan waktu saya di Bank Dunia, negara-negara Islam terutama di Afrika itu mayoritas miskin bangat dan mereka biasanya mendapatkan utang, bahkan sampai diberikan hibah dari berbagai negara, termasuk Bank Dunia,” ungkapnya.

Sri Mulyani berharap utang tidak lagi dilihat sebagai sesuatu yang memiliki stigma negatif. “Kita sebagai Menteri Keuangan mengelola saja (keuangan negara), sama seperti Anda mengelola perusahaan, ada asset, ada ekuitas, ada utang, ada pendapatan, ada biaya, itu semuanya dikelola secara seimbang, sehingga negara tetap jalan, atau kalau perusahaan tetap jalan. Kalau dia punya utang yang dia bisa bayar kembali, dan pendapatannya lebih besar lagi dari yang dia bayarkan,” tegas Sri Mulyani.

Baca Juga: Bima Arya Sebut Bansos Kota Bogor Tahap Kedua Ditambah 5.982 Penerima

Dalam mengelola keuangan negara, Sri Mulyani mengungkapkan yang melakukan pengawasan juga sangat banyak, mulai dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), lembaga rating, analis, hingga para pemegang surat hutang. “Kuncinya adalah transparansi. Kita termasuk negara yang transparansinya cukup baik, dan kita tetap akan memperbaiki,” imbuhnya.

Kementerian Keuangan mencatat, posisi utang Pemerintah per akhir Mei 2020 berada di angka Rp 5.258,57 triliun dan rasio utang pemerintah terhadap PDB 32,09%. Rincian utang pemerintah terdiri atas penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang tercatat Rp 4.442,90 triliun dan dan pinjaman sebesar Rp 815,66 triliun. ***

Editor: Chris Dale


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah