Viral Beras Impor China Beracun dan Mengandung Plastik, Pakar IPB University: Tidak Masuk Akal

13 Oktober 2023, 13:39 WIB
Viral video mengenai gumpalan beras, dibentuk seperti bola kecil, tidak hancur saat dilemparkan ke lantai. /Foto/Instagram

ISU BOGOR - Pakar Teknologi Pangan IPB University, Prof Slamet Budijanto angkat bicara terkait viralnya isu beras plastik. Ia mengatakan bahwa yang diklaim selama ini sebagai beras plastik itu adalah hoaks. Bahkan, kalaupun benar beras plastik ada, itu tidak masuk akal.

“Sebagai peneliti, saya bisa memastikan bahwa yang diklaim sebagai beras plastik itu hoaks. Itu adalah butiran/biji plastik, bukan beras,” terangnya saat diwawancara di kantornya, Kamis, 12 Oktober 2023.

Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB University itu menegaskan, semestinya istilah beras plastik itu tidak ada. Yang selama ini ada adalah biji plastik, bentuknya bisa bermacam-macam, termasuk bisa menyerupai beras. “Yang viral itu sebenarnya biji plastik, tapi dikasih nama beras plastik. Jadi itu bukan beras,” ia menekankan.

Baca Juga: Pembangunan Skybridge Stasiun Bogor-Paledang Capai 72 Persen, Dedie Rachim Ingin Terkoneksi Plaza

Menurut dia, kalaupun ada yang membuat produk beras dari plastik, hal itu tidak masuk akal. Sebab, untuk membuat biji plastik membutuhkan biaya produksi yang jauh lebih mahal dari harga jual beras saat ini.

Ia menyebut, harga satu kilogram biji plastik dari hasil daur ulang (recycle) saja sudah mencapai Rp 20.000. Lebih mahal dibanding beras premium sekalipun yang saat ini kisaran harganya Rp 15.000.

“Anda bayangkan, beras premium saja paling Rp 12.000 sampai Rp 15.000. Kalau hasil plastik recycle itu kemudian dibentuk seperti beras, kalau mau untung, mau dijual berapa? Ini jelas tidak masuk akal,” jelasnya.

Baca Juga: Update Harga Emas Logam Mulia Antam Hari Ini, Jumat 13 Oktober 2023

Pada beberapa kasus, dalam pembuatan beras analog menggunakan gliceryn monostearat (GMS) yang merupakan produk turunan sawit. Beberapa peneliti menyebutnya sebagai ‘plasticizer’ yang berfungsi supaya tidak lengket dan lebih kompak produk beras analognya.

“Bisa jadi istilah ini yang disalahartikan sebagai plastik. Jika iya, persepsi yang salah ini harus diluruskan,” ulasnya.

Ia berpesan, kejadian seperti ini bisa menjadi pelajaran agar masyarakat lebih teliti dan kritis menanggapi suatu isu. Terlebih di era banjir informasi seperti sekarang, berpikir kritis merupakan modal penting dalam memilah benar tidaknya sebuah berita.

Baca Juga: Hamas Serukan Rakyat Palestina Melakukan Perlawanan Terhadap Israel di Tepi Barat

“Jadi, di era keterbukaan informasi ini, knowledge kita harus dikuatkan, sehingga kalau ada isu semacam ini, kita tidak termakan berita hoaks. Tanpa pengetahuan yang cukup, kita tidak akan bisa memfilter mana informasi yang benar dan mana yang salah, masuk akal atau tidak. Karena itu berpikir kritis menjadi penting,” ucap Dekan Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB University ini.

Prof Slamet sendiri merupakan sosok di balik inovasi beras analog. Beras buatannya itu berbahan baku bukan padi, melainkan dari beragam sumber pangan lain seperti jagung, ubi jalar, talas, sorgum dan lainnya. Meski bukan dari padi, beras analog justru bisa menjadi alternatif pangan selain beras dan memiliki segudang manfaat bagi kesehatan.***

Editor: Iyud Walhadi

Tags

Terkini

Terpopuler