Komersialisasi Bawang Merah IPB Jadi Prioritas Riset Nasional

7 Juli 2020, 21:14 WIB
Peneliti IPB Univesity mengamati perkebunan bawang merah varietas baru /Iyud Walhadi//Birkom IPB University

ISU BOGOR - Riset IPB University dengan judul Komersialisasi Bawang Merah Varietas Baru untuk Stabilisasi Suplai Bawang Merah Nasional terpilih sebagai salah satu Riset Prioritas Nasional (PRN). Hal itu diungkapkan Ketua Tim riset Bawang Merah Varietas Baru IPB University Prof Chozin dalam keterangan pers tertulis yang diterima IsuBogor.com, Selasa 7 Juli 2020.

Menurutnya, ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University.

"Bawang merah varietas Tajuk yang dilepas tahun 2016 ini memiliki keunggulan dalam hal produktivitas tinggi untuk bawang merah dataran rendah yaitu mencapai 16 ton per hektar," kata Prof Chozin.

Baca Juga: Ini 5 Mitos Pembalut yang Keliru Tapi Masih Banyak Dipercaya, Nomor 3 Hoaks Banget!

Varietas ini juga mampu beradaptasi dengan baik pada musim kemarau dan tahan terhadap hujan, memiliki aroma yang sangat tajam sehingga cocok digunakan sebagai bahan baku bawang goreng, memiliki wilayah adaptasi di dataran rendah Kabupaten Nganjuk.

"Sementara bawang merah varietas SS Sakato yang dilepas tahun 2017 memiliki produktivitas yang tinggi mencapai 28 ton per hektar dan memiliki wilayah adaptasi di dataran tinggi di Kabupaten Solok. Benih dari varietas-varietas baru ini belum tersedia dalam jumlah banyak," katanya.

Varietas tersebut perlu dikomersialisasikan karena sudah dilepas dan terbukti unggul di lapangan. Dengan tersedianya benih unggul bermutu dari kedua varietas baru ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan mendukung stabilitas produksi bawang merah nasional.

Bawang merah varietas baru ini akan sangat diminati baik oleh produsen (petani) maupun konsumen (rumah tangga dan industri) apabila telah terkomersialisasi dengan baik. Jika benihnya tersedia dalam jumlah banyak maka para petani akan menanam dengan skala besar karena memiliki potensi hasil yang tinggi.

Baca Juga: Dua Kementerian Ini Umumkan Protokol Kebudayaan dan Ekonomi Kreatif di Masa Pandemi Secara Virtual

Bawang varietas baru ini sangat berbeda dengan produk bawang merah impor terutama dari segi aroma dan daya adaptasinya. Bawang merah Tajuk memiliki aroma yang sangat kuat dan cocok dengan selera masyarakat Indonesia dan daya adaptasinya sangat baik pada dataran rendah di Indonesia.

Bawang merah SS Sakato memiliki ukuran umbi yang cukup besar dan beradaptasi di daerah dataran tinggi. Sementara bawang merah import memiliki aroma yang kurang kuat dan tidak memiliki daya adaptasi yang baik pada agroklimat di beberapa sentra produksi di Indonesia.

Bawang merah ini telah menjadi komoditas bahan pokok yang tidak dapat disubstitusi produk lain. Dengan demikian, jika terjadi ketidakstabilan pasokan sepanjang tahun akan terjadi fluktuasi harga pada komoditas bawang merah ini. Gejolak harga bawang merah ini akan berdampak kepada aksesibilitas masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan juga berpengaruh kepada kondisi perekonomian nasional.

Baca Juga: Ternyata Bukan Jatuh ke Jurang, Ini Penyebab Pendaki Meninggal di Puncak Gunung Lawu

Berdasarkan publikasi data inflasi dari Badan Pusat Statistik (BPS), barang kebutuhan pokok masih merupakan komoditas yang dapat menyebabkan inflasi. Pada Januari 2016 nilai inflasi sebesar 0,51 persen dan bawang merah menyumbang 0,9 persen atau termasuk penyumbang inflasi terbesar bersama komoditas daging ayam dan tarif listrik (Kementerian Perdagangan 2016).

Produksi bawang merah nasional pada tahun 2018 adalah sebesar 1.503.436 ton dengan asumsi harga Rp 10 ribu per kilogram nilai ekonomi dari bawang merah mencapai Rp 15,03 triliun per tahun. Saat ini produksi bawang merah didominasi oleh Brebes dengan sekitar 19,32 persen dari produksi nasional.

Kondisi ini menyebabkan harga menjadi meningkat apabila produksi bawang merah di Brebes terganggu. Hal ini dapat diatasi dengan menyebar sentra produksi bawang merah ke daerah lain yang memiliki karakteristik lahan dan iklim berbeda dengan Brebes.

Baca Juga: CEK FAKTA : Cara Disuntik, Tenaga Medis di Jawa Timur Sengaja Tularkan Covid-19

"Kegiatan riset komersialisasi bawang merah varietas baru ini akan melibatkan pengguna varietas yaitu produsen benih, petani, produsen bawang merah olahan dan konsumen (pemasar) sehingga produk yang dihasilkan dapat segera diterima oleh pasar," katanya.

Keterlibatan mitra diperlukan pada tahap pengujian lapang dan produksi benih bawang merah. Uji coba lapang akan dilakukan di kebun petani dengan benih dan sarana produksi yang disediakan oleh pengelola kegiatan, sedangkan lahan dan tenaga kerja disediakan oleh petani mitra.

"Benih bawang merah varietas baru, Tajuk dan SS Sakato akan diproduksi secara masal bekerja sama dengan petani penangkar atau produsen benih. Varietas yang diperoleh dan teknologi yang dikembangkan akan dikomersialkan di beberapa sentra produksi melalui kerja sama dengan produsen atau penangkar benih," ujarnya.

Teknologi produksi akan diujicobakan di lahan petani mitra Solok dan Nganjuk dengan membuat demplot (demonstration plot). Lahan demplot selain untuk uji coba teknologi juga merupakan lahan belajar bagi petani yang akan mengadopsi teknologi budidaya bawang merah yang dikembangkan. Kegiatan ini melibatkan petani penangkar dan mengoptimalkan peran dari kelembagaan tingkat petani.

"Proses ini perlu teknik budidaya yang baik dengan menerapkan good agricultural practices. Produksi yang tinggi akan menyebabkan harga bawang merah stabil, harga bawang merah yang stabil maka konsumen akan semakin tertarik untuk mengonsumsinya," ungkap Prof Chozin.***

Editor: Iyud Walhadi

Tags

Terkini

Terpopuler