ISU BOGOR - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun buka suara soal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak meloloskan 75 pegawainya dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai bagian dari seleksi ujian Aparatur Sipil Negara (ASN).
Menurut Refly Harun, kontroversi KPK tidak meloloskan 75 pegawanya dalam TWK ini menggambarkan ada semacam dejavu di masa lalu, tepatnya di masa orde baru.
"Apa yang terjadi sekarang ini adalah semacam dejavu masa lalu, masa orde baru, dimana ada stigmatisasi terhadap kelompok tertentu," ungkapnya dalam kanal YouTube Refly Harun, yang diunggah Kamis, 6 Mei 2021.
Menurut Refly Harun kalau dulu di era Presiden Soeharto, siapapun yang berbeda dengan pemerintah, dianggap pro Partai Komunis Indonesia (PKI), sekarang radikalisme.
"Sekarang stigmatisasinya adalah radikalisme, organisasi terlarang. Jadi organisasi terlarang yang tidak dibolehkan itu hanya FPI dan HTI saja," tegas Refly Harun.
Lebih lanjut, Refly menyebutkan, dengan stigmatisasi saat ini seolah-olah FPI dan HTI itu sudah pernah melakukan pemberontakan dan melukai rakyat Indonesia.
Baca Juga: Partai Ummat Dideklarasikan Amien Rais Lewat Film Pendek, Refly Harun Ikut Tayangkan di Akun YouTube
"Ini yang menurut saya, kadang-kadang tidak fair, adapun kemudian ada perbedaan pendapat dan lain sebagainya, sebenarnya sudah bisa di rekonsiliasi," ungkapnya.