Baru Dua Hari Terima Bintang Jasa, Fadli Zon Kritik Pidato Presiden Jokowi Tidak Realistis

- 15 Agustus 2020, 20:47 WIB
Fadli Zon dan Sejumlah Tokoh Menghadiri Upacara Penganugerahan di Istana Negara/sumber: instagram@fadlizon
Fadli Zon dan Sejumlah Tokoh Menghadiri Upacara Penganugerahan di Istana Negara/sumber: instagram@fadlizon /

 


ISU BOGOR - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon mengkritik pidato pengantar Rancangan Undang-Undang (RUU) anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2021 dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) , tidak realistis dengan situasi ekonomi masa Pandemi Covid-19.

Hal itu diungkapkan Fadli Zon melalui utas akun Twitter @fadlizon, Sabtu, 15 Agustus 2020 pukul 19.31 WIB, yang terhitung baru dua hari resmi mendapatkan bintang jasa dari Presiden Joko Widodo pada Kamis, 13 Agustus 2020.

"Kita kemarin sudah mendengar pidato kenegaraan Presiden @jokowi dlm rangka mengantarkan RUU APBN 2021. Di tengah ancaman pandemi serta resesi ekonomi yg masih akan terus berlangsung, kita sebenarnya ingin mendengarkan pidato kenegaraan yg dekat dgn kenyataan," tulis Fadli Zon di utas awalnya.

Baca Juga: Polisi : Sudah Diintai, Pelaku Penembakan Kelapa Gading Hafal Aktivitas Korban

Hanya dengan mendekati realitas, kata Fadli, Indonesia akan bisa mencari jalan keluar tepat untuk mengatasi krisis yang tengah berlangsung.

Sayangnya harapan itu tak terpenuhi karena dia menganggap pidato Presiden Joko Widodo tentang pengantar RUU APBN 2021 kurang realistis.

Menurutnya, satu hal paling mencolok adalah soal target pertumbuhan ekonomi. Presiden Joko Widodo menargetkan pertumbuhan tahun 2021 ada pada kisaran 4,5 hingga 5,5 persen.

"Di tengah pandemi, itu adalah target yang tak masuk akal. Apalagi, selama kuartal kedua 2020 kemarin pertumbuhan ekonomi kita anjlok hingga minus 5,32 persen," lanjut utasnya.

Fadli Zon mempertanyakan bagaimana cara melompat dari angka minus 5 persen ke angka positif 5 persen di tengah-tengah pandemi, jika sebelum pandemi saja angka pertumbuhan kita hanya bisa mepet 5 persen.

"Rasanya tak perlu menjadi ekonom untuk menilai target itu sama sekali jauh dari realistis!," tulisnya lagi.

Pernyataan Presiden Joko Widodo, kata politisi Gerindra itu, tentang bahwa Indonesia harus menjadikan krisis di masa Pandemi Covid-19 ini momen untuk melakukan lompatan besar adalah ungkapan terlalu muluk.

Baca Juga: Alasan Kelelahan Mumtaz Rais Picu Perseteruan dengan Wakil Ketua KPK Nawawi di Pesawat

"Optimisme penting, tapi realistis lebih penting lagi," sambungnya.

Fadli Zon berpandangan sesudah kehidupan ekonomi nasional anjlok, sebagaimana perekonomian hampir seluruh negara di dunia saat ini, yang diperlukan Indonesia adalah pemulihan, alias kembali ke titik normal.

"Bicara mengenai lompatan pada saat kita sedang terpuruk, selain tak masuk akal, jg bukan ungkapan bijaksana," tulisnya lanjut.

Ia menyebutkan, ada empat alasan kenapa optimisme dalam pidato Presiden mengenai lompatan ekonomi kurang realistis.

Pertama, anggaran stimulus ekonomi yang akan diberikan pemerintah tahun 2021 lebih kecil daripada anggaran tahun 2020.

Baca Juga: UPDATE: Terus Melonjak, Sehari Ada 30 Kasus Positif Covid-19 di Bogor Raya

Hal itu merujuk pada revisi APBN 2020, anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun ini mencapai Rp695 triliun. Sementara, tahun 2021 pemerintah hanya akan menganggarkan Rp356,5.

"Artinya, dengan anggaran hampir Rp700 triliun saja pemerintah gagal mengangkat perekonomian, apalagi dengan anggaran yg berkurang hampir setengahnya?," tulisnya mempertanyakan.

Kedua, lanjut ia berpendapat RAPBN 2021 dengan jelas menunjukkan penyusunan anggaran belanja pemerintah sejauh ini tak memiliki korelasi dengan kurva pandemi maupun proyeksinya.

"Patokannya adalah besaran anggaran PEN dan defisit APBN itu sendiri," tambahnya.

Dengan dalih pandemi, Aktivis 98 itu menyebutkan tahun ini pemerintah telah dua kali merevisi APBN 2020 yang kemudian menghasilkan anggaran PEN Rp695 triliun dan pelebaran defisit 6,34 persen (Rp1.039,2 triliun).

Baca Juga: Debat Dalam Pesawat, Mumtaz Rais Terkesan Arogan Jual Nama Komisi II DPR


Sebagai catatannya, ketika menyusun anggaran ini pemerintah memproyeksikan pandemi Covid-19 akan melandai pada Juli atau Agustus 2020.

Pada kenyataannya, pandemi justru kian meluas. Selain kluster-kluster besar berupa wilayah, sejak pemerintah melonggarka Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada Juli 2020, kini juga muncul kluster-kluster baru berupa mal, perkantoran, pabrik, bahkan sekolah.

Anehnya, kata dia lanjut, ketika kurva pandemi terus menanjak dan ujung dari pandemi ini semakin tak bisa diramalkan, alokasi anggaran pemerintah untuk menangani isu ini justru berkurang drastis.

Hal ini menunjukkan bahwa basis pengalokasian anggaran pemerintah memang kurang realistis, atau tak jelas basisnya.

"Muncul pertanyaan terkait anggaran PEN. Ada sebenarnya dasar pemerintah mengalokasikan anggaran Rp695 triliun untuk PEN? Perlukah anggaran sebesar itu, yang telah menyebabkan defisit APBN kita melonjak drastis?," lanjutnya menulis.

Fadli Zon kembali berpendapat kalau alasan turunnya anggaran PEN karena pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi, mestinya alokasi anggaran untuk tahun depan jauh lebih besar atau minimal sama, karena resesi global sebenarnya baru saja dimulai pertengahan tahun ini.

Baca Juga: Lyon Menjaga Asa, Kalahkan Man City Demi Titel Juara

"Pada kenyataannya, anggaran PEN tahun depan berkurang hampir separuhnya, ketika pandemi dan resesi diproyeksikan akan terus memburuk," tulisnya lagi.

Hingga berita ini disiarkan, masih ada beberapa utas dari Fadli Zon mengenai kritiknya terhadap pidato RAPBN 2021 dari Presiden Joko Widodo.***

Editor: Linna Syahrial

Sumber: Twitter


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x