ISU BOGOR – Pengamat tata kota Yayat Supriatna menilai waktu tunggu lama bagi penumpang KRL di stasiun dapat memicu stress dan berdampak berkurangnya imunitas seseorang. Pembatasan kapasitas kereta harus segera diubah.
Yayat melihat, faktanya hari ini menunjukkan di lapangan, peningkatan jumlah penumpang meningkatnya luar biasa. Sementara peningkatan penumpang ini belum mampu dilayani secara maksimal karena PT KCI dibatasi oleh ketentuan peraturan yang mewajibkan hanya 74 orang yang diizinkan dalam satu gerbong.
“Otomatis, antusiasme peningkatan dinamika inilah yang dibatasi oleh ketentuan aturan. Pertanyaannya kalau sudah seperti ini apa yang terjadi? Antrean semakin panjang. Waktu tunggu makin lebih panjang lagi dan ini menjadi dilema buat penumpang. mau yang shift-nya pagi maupun yang shift-nya siang,” kaya Yayat, Senin 7 Juli 2020.
Baca Juga: Bima Arya Sebut Penumpang Harus Tunggu 2 Jam Baru Naik KRL
Kata dia, kondisi seperti ini akan jadi beban bagi warga, juga beban bagi operator. Operator tidak bisa mengubah kebijakan, selama kebijakan tidak diubah. Dinamika ini harusnya dilihat tanpa adanya perhatian. Tetapi sekali lagi, Yayat mengingatkan, waktu perjalanan makin lama makin panjang.
“Jadi kelelahan itulah tidak membuat penumpang jadi dalam kondisi tertekan, stres, mungkin imunitasnya kurang,” kata Yayat.
Terkait hal itu, lanjut Yayat, PT KCI sebagai operator tidak bisa disalahkan. Operator KCI hanya sebagai pelayan. Dia tidak punya kebijakan untuk menambah, atau mengurangi. Karena semuanya diatur oleh aturan melalui surat edaran menteri.
Baca Juga: Penumpang KRL Bogor Mulai Membeludak, KCI: Sepertinya Perlu Kebijakan Baru